Sabtu, 15 Januari 2011

Demokrasi Melahirkan Banyak Pejabat ‘Kriminal’

Demokrasi Melahirkan Banyak Pejabat ‘Kriminal’

[Al Islam 539] “Demokrasi ternyata gagal menghasilkan kepala daerah yang jujur, bersih, dan tahu malu.” Demikian kutipan dari editorial sebuah media harian nasional (MI, 10/1/2011). Ini adalah sebuah ungkapan jujur tentang demokrasi. Sekalipun bukan hal baru, ungkapan tersebut mengingatkan kembali umat Islam tentang hakikat dan fakta dari sistem demokrasi yang diadopsi oleh negeri ini.

Dalam berbagai forum, Indonesia mendapat pujian sebagai negara demokratis. Namun, apakah dengan status demokratisnya negeri ini telah mampu melahirkan kepemimpinan yang amanah? Apakah demokrasi bisa mewujudkan kesejahteraan dan keadilan dalam seluruh aspek kehidupan warga negaranya?

Tentu, kita merasa miris kalau melihat fakta aktual: sepanjang tahun 2010 tercatat 148 dari 244 kepala daerah menjadi tersangka. Kebanyakan tersangkut kasus korupsi. Bahkan sebagian dari pemenang Pilkada 2010 berstatus tersangka dan meringkuk di penjara. Contoh nyata, Jefferson Soleiman Montesqiu Rumajar terpilih menjadi Walikota Tomohon-Sulut periode 2010-2015 dan dilantik oleh Gubernur Sulawesi Utara, Sinyo Harry Sarundajang, pada rapat paripurna istimewa DPRD Tomohon, di Jakarta, Jumat (7/1). Padahal Jefferson sedang duduk di kursi pesakitan; ia dijadikan tersangka oleh KPK karena tindak pidana Korupsi. Yang lebih menggelikan, Jeferson lalu dengan gagah perkasa melantik sejumlah pejabat Kota Tomohon di LP Cipinang. Baik yang melantik dan yang dilantik seolah sudah putus urat nadi rasa malunya. Jajaran pejabat yang akan mengurus rakyat dilantik oleh seorang terdakwa yang tersandung kasus ketika mengelola uang rakyat.

Jadi, rasanya omong-kosong kita berharap bahwa sistem demokrasi bisa melahirkan para pemimpin yang amanah. Begitu juga terkait kesejahteraan. Pasalnya, demokrasi hanya menjadi tempat bagi orang-orang dan kelompok oportunis untuk mentransaksikan kepentingan-kepentingan perut dan nafsunya.

Biaya Mahal, Hasilnya Nol

Selama tahun 2010, tercatat sebanyak 244 Pilkada dilangsungkan dengan menelan biaya lebih dari Rp 4,2 triliun. Perlu dicatat, beberapa Pilkada akhirnya juga mengalami pengulangan pada tahun 2011 seperti kasus di Tangerang Selatan, setelah MK menerima gugatan ihwal banyaknya kecurangan dalam pelaksanaannya. Biaya ini jauh lebih besar daripada Pilkada tahun sebelumnya. Pilkada Tahun 2007 yang berlangsung di 226 daerah saja, yakni di 11 provinsi dan 215 kabupaten/kota, menelan dana sekitar Rp 1,25 triliun. Penghamburan uang rakyat itu terjadi di tengah-tengah kondisi yang sangat memilukan; pada tahun 2010 tercatat lebih dari 31 juta (13,3%) dari 237 juta penduduk Indonesia dalam kondisi miskin luar biasa. Dalam hal ini, hasil Pilkada tak pernah mengubah nasib rakyat. Yang berubah nasibnya hanyalah para penguasa dan kroni-kroninya saja.

Pilkada yang bertujuan menyertakan rakyat secara langsung untuk menentukan pemimpinnya sendiri di tingkat lokal/daerah pada faktanya juga telah melahirkan dampak negatif. Masyarakat, misalnya, menjadi terkotak-kotak bahkan saling berhadap-hadapan. Hubungan sosial menjadi renggang. Tak jarang proses Pilkada ini melahirkan bentrokan yang mengarah pada tindakan kekerasan.

Semua itu niscaya terjadi karena banyak faktor. Pertama: Banyak aturan Pilkada yang tumpang-tindih. Hal ini akibat terlalu besarnya dominasi partai politik dalam Pilkada. Kedua: Masih lemahnya pendidikan politik untuk masyarakat. Lemahnya pemahaman politik masyarakat ini ditunjukkan dengan masih banyaknya incumbent (pejabat lama) yang terpilih kembali. Padahal incumbent ini telah gagal dalam mensejaherakan rakyatnya. Ketiga: terjadi kecurangan dalam proses pemilihan tanpa penyelesaian hukum yang adil, misalnya, menggunakan politik uang. Hal ini jelas menimbulkan kecemburuan di kalangan calon yang “miskin”. Faktanya, banyak Pilkada berakhir di pengadilan.
Demokrasi: Akar Masalah

Secara sederhana, politik saat ini diartikan sebagai proses interaksi pemerintah dengan masyarakat untuk menentukan kebijakan publik (public policy) demi kebaikan bersama. Sistem politik yang dianut Indonesia adalah demokrasi. Demokrasi kini telah menjelma menjadi sebuah paham, bahkan semacam ‘agama’ yang menglobal, yang nyaris tanpa koreksi. Gagasan dasar demokrasi adalah kedaulatan rakyat. Intinya, kewenangan membuat hukum ada di tangan manusia. Demokrasi selalu dianggap sebagai tatanan atau sistem politik yang paling ideal. Dalam sistem demokrasi, rakyat diasumsikan akan benar-benar berdaulat dan mendapatkan seluruh aspirasinya. Dari sana, melalui proses politik yang demokratis, lantas dibayangkan bakal tercipta sebuah kehidupan masyarakat yang ideal: adil, damai, tenteram dan sejahtera.

Namun, semua itu hanyalah bayangan, bahkan tipuan. Dalam tataran praktik gagasan ideal itu tak pernah terwujud. Dalam negara demokrasi,
yang sering berlaku adalah hukum besi oligarki, yakni sekelompok penguasa (dan pengusaha) saling bekerjasama untuk menentukan kebijakan politik, sosial
dan ekonomi negara tanpa harus menanyakan bagaimana aspirasi rakyat yang sebenarnya. Partai politik dan wakilnya di Parlemen bekerja lebih untuk memenuhi aspirasinya sendiri.

Maka dari itu, tidak ada yang namanya masyarakat yang adil, damai, tenteram dan sejahtera dalam sistem demokrasi. Yang ada justru ketidakadilan yang makin menganga. Kesejahteraan memang ada, tetapi hanya untuk segelintir elit yang berkuasa. Sebaliknya, kebanyakan rakyat sengsara dan menderita; jauh dari gambaran ideal yang diharapkan.

Bagaimana bisa diharap ada keadilan bila sistem demokrasi malah melahirkan banyak pejabat dan penguasa yang lebih pantas disebut penjahat. Mereka adalah para tersangka berbagai kasus tindak pidana (terutama korupsi). Ini karena banyak dari proses politik berlangsung secara transaksional. Pragmatisme politik baik demi kekuasaan ataupun uang lebih banyak berperan. Kekuasaan diperlukan untuk mendapatkan uang. Uang diperlukan untuk mendapatkan kekuasaan atau kekuasaan yang lebih besar lagi. Kekuasaan dan uang juga diperlukan untuk menutup seluruh kebusukan yang telah dilakukan selama berkuasa.

Dalam kondisi demikian, kepentingan rakyat dengan mudah terabaikan. Bagi penguasa, rakyat hanyalah alat untuk meraih kuasa. Akhirnya, bukan kedaulatan rakyat yang menjadi ‘ruh’ dari sistem demokrasi, melainkan kedaulatan kapital dari para pemilik modal atau penguasa yang didukung oleh para pemodal. Inilah kenyataan umum di negara-negara penganut demokrasi, tanpa kecuali, termasuk di AS dan Eropa sebagai kampiun demokrasi.

Oleh karena itu, pujian terhadap Indonesia yang dianggap sebagai ‘jawara demokrasi’ dengan julukan “Indonesia’s Shining Muslim Democrazy” (Demokrasi Muslim Bersinar di Indonesia) hanya karena dianggap sukses menyelenggarakan Pileg dan Pilpres tahun 2004 dan 2009 secara damai perlu dipertanyakan. Sebab faktanya, keberhasilan itu tidak selaras dengan perbaikan hidup rakyat. Justru melalui pintu demokratisasilah liberalisasi di semua sektor kehidupan terjadi, dengan segala implikasi buruknya yang makin sulit dikendalikan.

Tak aneh bila kemudian banyak orang melihat demokrasi sesungguhnya adalah sistem politik yang bermasalah. Tokoh Barat sendiri, Winston Churchil, menyatakan, “Democracy is worst possible form of government (Demokrasi adalah kemungkinan terburuk dari sebuah bentuk pemerintahan).”

Benjamin Constan juga berkata, “Demokrasi membawa kita menuju jalan yang menakutkan, yaitu kediktatoran parlemen.”

Jadi, benar bahwa problem politik, bahkan juga problem ekonomi, problem sosial dan budaya (perilaku amoral) berawal dari demokrasi, yang tragisnya justru dianggap sebagai sistem politik yang paling baik. Na’udzu billah.

Saatnya Kembali ke Sistem Islam

Dasar politik yang diterapkan di Indonesia adalah sekularisme, paham yang memisahkan agama dari kehidupan. Hukum bersumber dari akal dan hawa nafsu manusia melalui proses demokrasi. Hukum dibuat oleh segelintir orang yang tidak lepas dari kepentingan, baik kepentingan uang ataupun kekuasaan.

Selama sekularisme dengan demokrasinya yang diterapkan, selama itu pula yang terjadi adalah kerusakan dan keterpurukan. Hanya syariah Islam yang bisa menjamin keadilan karena ia berasal dari Zat Yang Mahaadil. Tetap menerapkan sekularisme dengan demokrasinya berarti meninggalkan hukum terbaik, yakni hukum Allah SWT, sebagaimana al-Quran menegaskan:

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ ۚ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُوقِنُونَ

Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki. (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (QS al-Maidah [5]: 50).

Untuk itu, negeri ini harus segera mengubur sekularisme, lalu menggantinya dengan akidah dan syariah Islam. Segera tinggalkan demokrasi dengan kedaulatan rakyatnya, lalu ubah dengan sistem Khilafah dengan kedaulatan hukum syariahnya. Inilah yang akan menjamin kesejahteran, keadilan dan keberkahan di dunia serta kebahagiaan abadi di akhirat kelak. Wallahu a’lam. []

KOMENTAR AL-ISLAM

Kesenjangan pendapatan di antara kelompok masyarakat di Indonesia terus melebar. Ini terjadi lantaran belum ada keseriusan Pemerintah untuk menciptakan ekonomi yang berkeadilan (Media Indonesia, 7/1/2011).

Hanya ilusi, mengharapkan keadilan dari sistem ekonomi liberal-kapitalistik. Sistem ini hanya menjamin kesejahteraan bagi orang-orang yang ada dalam oligharki kekuasaan. Rakyat hanya jadi ’sapi perah’ penguasa dan wakil rakyat dengan kebijakan-kebijakan yang memberatkan mereka: pajak, pencabutan subsidi BBM, kenaikan tarif listrik, dll. Solusi final problem ini hanya dengan menegakan sistem ekonomi Islam dalam institusi Khilafah ‘ala Minhaj an-Nubuwwah, yang menerapkan syariah Islam secara total dalam seluruh aspek kehidupan.

Minggu, 09 Januari 2011

Mengkritisi Hubungan Kemitraan Komprehensif AS dan Indonesia di Bidang Ekonomi

Mengkritisi Hubungan Kemitraan Komprehensif AS dan Indonesia di Bidang Ekonomi

Pemerintah AS masih merencanakan agenda kunjungan Obama ke Indonesia pada November 2010. Obama telah dua kali membatalkan rencana kunjungannya ke Indonesia, yakni pada Maret dan Juni 2010. Pada Maret 2010, Obama mengundurkan rencana kedatangannya ke Indonesia akibat adanya keluhan dari kalangan DPR AS asal Demokrat mengenai pemungutan suara terkait layanan kesehatan yang dipercepat. Selain itu, pada Juni, Obama juga mengundurkan waktu kedatangannya akibat tumpahan minyak di Teluk Meksiko.

Melalui Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa, menjelaskan bahwa rencana kunjungan tersebut amat penting bagi Indonesia dan AS untuk keterbukaan hubungan kedua negara, kerja sama yang saling menguntungkan, dan membangun kepercayaan antarkedua negara lebih luas lagi. Kunjungan Presiden Amerika Serikat (AS), Barack Obama, ke Indonesia dipastikan akan meningkatkan status hubungan bilateral. Pasalnya, dalam kunjungannya yang akan dilakukan bulan November, Obama dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kemungkinan akan mengumumkan Perjanjian Kemitraan Komprehensif (Comprehensive Partnership Agreement/CPA) Indonesia - AS, sebuah inisiatif di mana Amerika Serikat akan memperluas dan memperkuat hubungan dengan Indonesia untuk menangani isu-isu regional dan global. Sebagai negara terbesar di Asia Tenggara, Indonesia dapat memainkan peran dalam memecahkan masalah-masalah dunia.

Juru bicara Kementrian Luar Negeri Indonesia, Teuku Faizasyah, mengungkapkan bahwa pembicaraan CPA sudah dimatangkan dalam pertemuan antara Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa dan Menteri Luar Negeri AS, Hillary Clinton akhir Januari lalu. Menurut Faizasyah, CPA itu akan memuat kerjasama bilateral multi-sektor. Ini akan menjadi payung kerja sama bilateral yang akan membawa hubungan kedua negara menjadi lebih erat di berbagai sektor, mulai dari kerjasama ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan lain-lain

Release resmi hasil pertemuan Menlu AS Hillary Clinton dan Menlu RI Marty Natalegawa beserta delegasi masing-masing dalam rangka Kemitraan Komprehensif Indonesia-AS di Washington D.C., dikeluarkan pada tanggal 17 September lalu. Dan di dalam release juga dijelaskan Rencana Aksi sebagai panduan implementasi Kemitraan Komprehensif. (lengkapnya bisa dilihat: http://www.state.gov/r/pa/prs/ps/2010/09/147309.htm.

Hal yang harus diwaspadai bahwa kunjungan kenegaraan seorang kepala negara merupakan bagian dari kebijakan politik luar negeri suatu negara. Pastilah ada motif maupun target politik dari kunjungan itu. Sementara itu, kebijakan politik luar negeri sebuah negara selalu bermuara pada kepentingan nasional negara bersangkutan. Sama halnya dengan kedatangan Obama ke Indonesia yang direncanakan bulan November nanti adalah bagian dari kebijakan politik luar negeri Amerika Serikat.

Untung Rugi Hubungan Perdagangan dan Investasi RI-AS

Era globalisasi yang ditandai dengan liberalisasi perdagangan dan investasi sudah tidak dapat dibendung lagi. Berbagai negara, baik negara maju maupun Negara berkembang, sudah mulai bersiap-siap menghadapi situasi yang disebut sebagai The Boderless World oleh futurolog Keniche Ohmae. Kecenderungan ini mengakibatkan pasar menjadi berkembang begitu bebas tanpa ada satu orang pun yang dapat memastikan apa yang akan terjadi. Sebagai implikasi langsung, perkembangan global yang demikian akan mempengaruhi perekonomian Indonesia dalam jangka panjang dan mengingat sifat perekonomian Indonesia yang semakin terbuka.

Secara geopolitik, posisi Indonesia sangat strategis di kawasan Asia Pasifik dan Selat Malaka. Sedangkan secara ekonomi, Indonesia adalah negara yang sangat kaya dengan sumberdaya alam dan mineral, baik di darat maupun di laut. Kekayaan alam Indonesia yang sangat luar biasa ini jelas sangat menggoda negara-negara imperialis untuk menguasainya, langsung ataupun tidak langsung. Disamping itu, dengan jumlah penduduk lebih dari 243 juta jiwa, Indonesia adalah pasar potensial bagi produk-produk negara-negara industri.

Perhatian AS di kawasan Asia Tenggara sebenarnya bukan kepada Indonesia, melainkan lebih diarahkan untuk menghadapi semakin besarnya kekuatan Cina di berbagai bidang, karena AS memprediksikan Cina dapat menjadi negara yang paling berpengaruh setelah AS dalam 20 tahun kedepan. Hal ini menjadi penting mengingat Indonesia, dan negara-negara di Asia Tenggara, telah melakukan Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-China pada 2010.

AS saat ini tengah kewalahan akibat banjirnya produk China di pasar Asia. Wajar saja karena perdagangan bebas yang dilakukan China dengan ASEAN bisa menggerus keuntungan perdagangan Amerika hingga 25 miliar dolar setiap tahun. Tidak hanya kerugian perdagangan, Amerika pun takut tingkat pengangguran di negaranya meningkat seiring hilangnya pasar produk Amerika di kawasan Asia Pasifik. Oleh karena itu, AS berusaha lebih keras untuk menggarap pasar Asia. Pangsa pasar yang sangat besar di kawasan Asia Tenggara (Asia Pasifik) dapat menjadi bumper bagi masalah akut perekonomiannya. Dalam kontes inilah, Indonesia dilihat AS sebagai negara yang memiliki posisi penting bagi kepentingan nasionalnya.

Maka terdapat beberapa agenda utama yang diusung dalam kunjungan Obama ke Indonesia, yaitu mendesak Indonesia memperbaiki iklim investasi, peningkatan kerja sama perdagangan Amerika-Indonesia, dan menawarkan forum kerja sama perdagangan regional Asia-Pasific. Berkaitan dengan hal tersebut, maka sudah seharusnya Indonesia memperhitungkan besaran untung-rugi kerja sama di bidang ekonomi dengan Amerika Serikat yang sudah terjalin selama ini.

Indikator ekonomi yang harus diperhitungkan dalam bidang ekonomi mengenai untung-rugi ini adalah neraca pembayaran (balance of payment / BOP) dan neraca perdagangan (balance of trade / BOT) antara Indonesia-Amerika. Neraca pembayaran suatu negara dibuat oleh pemerintah dan menjadi salah satu input utama dalam pembuatan kebijakan perekonomian. Adapun komponen-komponen dalam BOP dapat menjadi indikasi untuk memprediksi resiko ekonomi (economy risk) suatu negara. Dari penjumlahan aritmetik pada BOP, diperoleh informasi apakah suatu negara mengalami surplus, seimbang atau defisit dalam perdagangan internasional. Selanjutnya, untuk neraca perdagangan (BOT), adalah sebuah ukuran selisih antara nilai impor dan ekspor atas barang nyata dan jasa. Tingkat neraca perdagangan dan perubahan ekspor dan impor diikuti secara luas dalam pasar valuta asing.

Secara empiris, data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa secara kumulatif nilai ekspor Indonesia Januari-Juli 2010 mencapai US$85,01 miliar atau meningkat 42,26 persen dibanding periode yang sama tahun 2009, sementara ekspor nonmigas mencapai US$69,97 miliar atau meningkat 36,94 persen. Ekspor nonmigas selama periode Januari-Juli 2010, Jepang masih merupakan negara tujuan ekspor terbesar dengan nilai US$9.010,2 juta (12,88 persen), diikuti Amerika Serikat dengan nilai US$7.525,3 juta (10,75 persen), dan Cina dengan nilai US$6.975,5 juta (9,97 persen).

Adapun untuk nilai impor Indonesia selama Januari-Juli 2010 mencapai US$75.558,5 juta. Hal ini berarti impor Indonesia mengalami kenaikan 50,93 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Berdasarkan negara asal barang utama, impor nonmigas dari Cina merupakan yang terbesar, yaitu sebesar US$1.921,8 juta atau 18,28 persen dari keseluruhan impor nonmigas Indonesia, diikuti Jepang sebesar US$1.714,6 juta (16,31persen), Amerika Serikat sebesar US$1.177,4 juta (11,20 persen), Singapura US$909,1 juta (8,65 persen),Thailand sebesar US$722,8 juta (6,88 persen), Korea Selatan US$494,8 juta (4,71 persen), Malaysia sebesar US$391,7 juta (3,73 persen), Australia sebesar US$376,7 juta (3,58 persen), Taiwan US$272,8 juta (2,59 persen), dan Jerman sebesar US$242,1 juta (2,30 persen). Selanjutnya impor nonmigas dari Perancis sebesar US$179,2 juta (1,70 persen) dan Inggris sebesar US$75,4 juta (0,72 persen). Secara keseluruhan, keduabelas negara utama diatas memberikan peran sebesar 80,65 persen dari total impor nonmigas Indonesia (Berita Resmi Statistik No. 55/09/Th. XIII, 1 September 2010).

Diperkirakan surplus neraca perdagangan Indonesia di tahun 2010 akan mengalami penurunan dibandingkan tahun 2009 yang tentunya akan menyebabkan tekanan pada neraca transaksi berjalan yang selanjutnya akan menekan neraca pembayaran Indonesia. Proses pemulihan ekonomi global dikhawatirkan terhambat akibat melambatnya kegiatan ekonomi di AS, China dan Jepang. Perlambatan ekonomi di AS terutama disebabkan oleh tingkat pengangguran yang masih tinggi sehingga konsumsi rumah tangga masih lemah. Daya beli rumah tangga yang masih lemah tersebut menyebabkan kegiatan di sektor industri melambat.

Karenanya kedatangan Obama ke Indonesia dapat dipastikan bukan semata-mata untuk kepentingan politik luar negerinya, tetapi justru karena adanya agenda untuk melakukan rescheduling berbagai transaksi ekonomi/perdagangan serta untuk memastikan agar perusahaan-perusahaannya tetap aman beroperasi di Indonesia. Disamping itu kondisi perdagangan Amerika yang kian menurun daya saingnya dibandingkan dengan negara lain, khususnya negara China dan ASEAN. Amerika membuat strategi baru supaya Indonesia tetap setia untuk menjadi mitra-dagang dengan Amerika. Oleh karena itu, Amerika berkeinginan agar Indonesia masuk dalam blok ekonomi baru yang sedang digodok Gedung Putih. Blok baru dalam kerangka perdagangan bebas itu bernama Trans Pasific Partnership (TPP). Indonesia masih menimbang-nimbang tawaran Amerika tersebut. Sejauh ini kerja sama ekonomi Indonesia dengan Amerika sudah sangat baik dengan tingginya arus modal masuk dari Amerika ke Indonesia (Wirjawan, 2010).

Gagasan atau isu yang diemban oleh Amerika tersebut adalah, mengajak Indonesia untuk tetap membangun blok baru perdagangan bebas dengan delapan negara terpilih. Antara lain Indonesia, Singapura, Brunei, Vietnam, Australia, Selandia Baru, Chili dan Peru. Blok perdagangan bebas Trans Pasific Partnership ini akan menjadi bahan utama gerilya yang dilakukan Presiden Barack Obama.

Tidak dapat dipungkiri bahwa, bagi Indonesia sendiri dari sisi ekspor keberadaan Amerika menguntungkan dari sisi ekspor nonmigas. Pasalnya, pasar ekspor non-migas Indonesia lebih besar ke Amerika dibanding ke negara China. Sehingga, ekspor produk nonmigas Indonesia ke Amerika tahun 2009 mencapai 10,5 miliar dollar Amerika dan ekspor non-migas ke China tumbuh dengan sebesar 8,9 miliar dollar Amerika. Namun Indonesia tidak bisa berharap AS membuka pasar ekspor bagi produk Indonesia. Saat ini perekonomian AS tidaklah sekuat dulu. Tingkat daya beli warga AS juga menurun.

Sebaliknya, dari sisi impor China lebih bisa menguasai pasar Indonesia dibanding Amerika. Angka impor China itu akan menggelembung di tahun 2010 akibat diterapkannya perjanjian perdagangan bebas ASEAN-China. Impor China ke Indonesia tahun 2009 mencapai 13,5 miliar dolar. Sedangkan impor Amerika ke Indonesia hanya mencapai angka 7 miliar dolar Amerika. Dengan kondisi seperti ini, Indonesia seharusnya mempunyai sikap yang berdasarkan kepentingan negara dalam bidang ekonomi. Apabila dilihat dari surplus neraca perdagangan Indonesia di tahun ini, maka ternyata rupiah mengalami depresiasi terhadap nilai tukar, tentu saja neraca pembayaran negara menjadi tertekan. Hal ini memberikan arti, bahwa Amerika sudah tidak cukup prospek dalam membangun kerjasama perdagangan.

Selain semakin berkurangnya keuntungan hasil perdagangan antara Indonesia dan Amerika pada tahun ini khususnya dalam ekspor-impor non migas, maka diharapkan Indonesia mempunyai sikap untuk tidak melakukan berbagai kerjasama bidang perdagangan yang tidak efisien, diseconomies, dan tidak prospektus dalam menggenjot pendapatan nasional.

Indonesia harus segera mengambil keputusan untuk mengurangi berbagai kerjasama yang ditawarkan Amerika, baik dari transaksi perdagangan maupun dari penanaman modal asing melalui investasi-yang beresiko tinggi untuk jangka panjang. Apabila negara Indonesia mempunyai keberanian untuk mengurangi kerjasama yang beresiko tinggi, tentunya harus memulai dengan melakukan perdagangan yang dapat meningkatkan produktivitas dalam negeri dan menaikkan jumlah tenaga kerja. Dengan kata lain, Indonesia harus keluar dari kerjasama yang dapat merugikan bangsa dan rakyat melalui orientasi ekonomi berbasis pada sumberdaya dan produktivitas dalam negeri, baik sumberdaya manusianya.

Selain meningkatkan volume perdagangan Amerika Indonesia , aspek ekonomi lainnya adalah peningkatan investasi dan keamanan investasi perusahaan-perusahaan AS di Indonesia. Pemerintah Indonesia menginginkan adanya peningkatan investasi AS di Indonesia, Pemerintah selalu beralasan bahwa peningkatan investasi asing akan meningkatkan perekonomian Indonesia yang akhirnya akan meningkatkan kesejahtertaa rakyat Indonesia. Benarkah Investasi AS akan meningkatkan kesejahteraan Indonesia ?

Selama ini sebenarnya investasi Asing lebih banyak merugikan dan menyengsarakan rakyat apalagi investasi yang ditanamkan oleh perusahaan-perusahaan AS. Ada 3 faktor yang bisa kita jadikan bukti bahwa Investasi AS telah banyak merugikan perekonomian indonesia dan menyengsarakan rakyat. Pertama, Investasi yang dilakukan perusahan AS seperti Exxon Mobil Oil, Caltex, Freeport dan Newmont adalah investasi di bidang ekploitasi barang tambang. Salah satu alasan pemerintah mengundang investasi asing adalah untuk mengatasi pengangguran padahal Investasi dibidang tambang tidak banyak menyerap tenaga kerja sehingga tidak akan mampu mengurangi pengangguran yang terjadi saat ini.

Kedua, Para Investor dengan prinsip kapitalis yaitu meraih keuntungan yang sebanyak-banyaknya telah mengakibatkan Kerusakan ekosisitem dan lingkungan alam serta lingkungan sosial. Penambangan yang dilakukan oleh Freeport, New Mont dan beberapa perusahan tambang lainnya telah menghasilkan galian berupa potential acid drainase (air asam tambang) dan limbah tailing. PT Newmont telah merusak pantai Buyat dan Sumbawa bagian barat dengan diikuti oleh aktifitas pembuangan limbah tailing ke laut dalam jumlah yang lebih besar yaitu mencapai 120.000 ton per hari, 60 kali lebih besar dibandingkan dengan jumlah yang dibuang Newmont di pantai buyat Minahasa Sulawesi Utara. (http://jakarta.indymedia.org/). Apalagi saat ini pemrintah telah mengijinkan penambangan di daerah hutan lindung maka terjadilah kerusakan hutan akan semakin bertambah, saat ini laju kerusakan hutan mencapai 1,6 - 2 juta hektare per tahun. Luas hutan Indonesia 50 tahun terakhir diperkirakan terus menyusut, dari 162 juta hektare menjadi 98 juta hektare. Walhi mencatat 96,5 juta hektare atau 72 persen dari 134 juta hektare hutan tropis Indonesia telah hilang. Salah satu akibatnya adalah kekeringan dan bencana banjir seperti banjir bandang yang menimpa bohorok - sumatera telah merusak ratusan rumah, beberapa cottage beserta fasilitas publik, dan juga telah menewaskan 90 orang, beberapa orang luka-luka dan masih puluhan orang yang hilang.( http://www.rri-online.com/).

Ketiga, Kontrak Kerja Sama (KKS) atau kontrak karya selalu berpihak dan menguntungkan investor akan tetapi merugikan pemerintah dan rakyat dalam kasus Freport di Papua Pemerintah Indonesia hanya mendapatkan 18,72 % itupun 9,36 % miliki swasta sedangkan sisanya dimiliki Freepoort padahal PT Freeport saat ini telah berhasil mengeruk sekitar 30 juta ton tembaga dan 2,744 milyar gram emas Indonesia mengeksploitasi pertambangan di Papua bekerja atas dasar kontrak karya yang ditandatangani dengan pemerintah Indonesia. Sementara dalam kasus blok Cepu Exxon mobile mendapat konsesi 50 % padahal berdasarkan hasil survei dan kajian (technical evaluation study, TEA) Humpuss Patragas tahun 1992-1995, cadangan minyak Cepu mencapai 10,9 miliar barel, lebih besar dari Cadangan minyak yang sebelumnya ditemukan di Indonesia secara hanya sekitar 9,7 miliar barel. Sementara dalam kontar karya gas di Pulau Natuna lebih fantasisi lagi semua hasil gas 100 % milik Exxon mobile sementara pemerintah hanya mendapat pajak penjualan, maka saat ini exxon berusaha untuk memperpanjang kontrak tersebut yang sebenarnya sudah berakhir tahun 2005 kemudian diperpanjang sampai tahun 2007 dan sekarang sedang negoisasi untk diperpanjang lagi, dan perlu diketahui Ladang gas D-Alpha yang terletak 225 km di sebelah utara Pulau Natuna (di ZEEI) total cadangan 222 trillion cubic feet (TCT) dan gas hidrokarbon yang bisa didapat sebesar 46 TCT merupakan salah satu sumber terbesar di Asia.

Sementara pengaruh Cina di Bidang Minyak Indonesia sudah mulai mengusik dominasi Perusahaan Amerika Serikat, Kehadiran beberapa perusaahaan minyak Cina di Indonesia memang perlu mendapat perhatian khusus. Misalnya PetroChina, CNIIC, dan Sinopee. Hal ini tentu menimbulkan kejengkelan bagi perusahaan-perusahaan minyak multi-nasional asal Amerika dan Inggris yang dikenal sebagai SEVEN SISTERS yaitu Shell, British Petroleum, Gulf, Texaco, Exxon Mobil, dan Chevron. Ketika perusahaan-perusahaan minyak Cina tersebut masuk ke Indonesia, the Seven Sisters mulai goncang. Perusahaan-perusahaan minyak Cina tersebut masuk ke lokasi sumber minyak dan gas seperti Blok Sukowati di Jawa dan Blok Tangguh di Papua, maka Kunjungan Obama ke Indonesia di pastikan untuk mengokohkan kembali Imperilaisme di Bidang MIGAS di Indonesia.

Karenanya dapat disimpulkan bahwa hubungan ekonomi antara RI dan Amerika lebih menguntungkan bagi Amerika dan lebih merugikan bagi RI. Dengan kata lain, Indonesia harus berani secara tegas melakukan terobosan dalam strategi perdagangan internasionalnya dengan tanpa mengikuti ‘pesanan dan tekanan’ politik Amerika dan merenegosiasi berbagai kerjasama bidang ekonomi yang seringkali keuntungan yang didapatkan lebih sedikit dibandingkan kerugiannya, oleh karena itu, saatnya Indonesia menentukan sikapnya sendiri dalam berekonomi tanpa dikendalikan oleh kepentingan Amerika dengan dalih ‘efisiensi’.


Penjajahan Ekonomi AS atas Indonesia

Dalam hubungan antar negara, yang tidak boleh kita lupakan, setiap kebijakan politik luar negeri suatu negara pasti ditujukan untuk kepentingan negara itu. Apalagi Amerika yang berbasis ideologi Kapitalisme. Politik luar negeri negara Kapitalis seperti AS bertujuan untuk menyebarluaskan dan mengokohkan ideologi Kapitalisme di seluruh dunia. Metode baku yang mereka gunakan adalah penjajahan (imperialisme) dalam berbagai bentuknya –ekonomi, politik, atau pun budaya. Dengan cara itulah negara Kapitalis bisa eksis.

Kemitraan Komprehensif ini adalah bentuk nyata penggunaan soft power pemerintahan Obama. Tentu tujuannya adalah memperdalam pengaruh dan kontrol AS atas negara yang dijadikan sasaran soft power itu dalam hal ini adalah Indonesia. Menjadikan Indonesia sebagai mitra strategis seharusnya dibaca sebagai upaya AS merangkul Indonesia sebagai ’sahabat’ AS dalam mengokohkan penjajahan Kapitalismenya. Sebab, siapa yang sebut teman oleh AS adalah negara-negara yang sejalan dengan nilai dan kepentingan AS.

Obama hadir untuk kepentingan ekonomi AS. Pertama mengokohkan, melindungi, dan memperluas ekspansi perusahaan AS terutama di sector strategis seperti energy (minyak, gas) dan pertambangan (emas) di Indonesia. Kedua, menjadikan Indonesia sebagai pasar penting ekspor AS untuk membuka menggerakkan kembali ekonomi AS dan membanyak lapangan pekerjaan di Amerika. Ketiga, AS juga punya kepentingan untuk memenangkan pertarungan ekonomi AS yang baru melawan China di Asia Pasifik.

Dan perlu kita catat semua ini secara ekonomi akan lebih banyak menguntungan AS. Disamping itu juga akan memperkuat perampokan terhadap kekayaan alam Indonesia terutama minyak, gas dan emas yang seharusnya merupakan milik rakyat yang dikelola pemerintah dengan baik untuk kemashlahatan rakyat. Selama ini kekayaan alam Indonesia lebih banyak dirampok oleh perusahaan asing termasuk AS dengan memberikan sedikit keuntungan bagi Indonesia, namun meninggalkan banyak persoalan lingkungan.

Dunia mengetahui kondisi domestik AS yang di dera krisis ekonomi sejak beberapa tahun lalu hingga saat ini belum menunjukkan perubahan yang signifikan. Pengangguran masih menggunung, biaya hidup yang di rasakan semakin berat bagi mayoritas rakyat AS dan kebijakan-kebijakan yang dianggap strategis dan obat jitu dari Obama untuk keluar secepatnya dari krisis juga tidak memberikan efek berarti. Maka berbagai langkah penyelamatan harus dilakukan, termasuk mencari talangan dari Jepang bahkan China. Maka Indonesia juga harus dimasukkan bagian dari mitra strategisnya dalam pemulihan ekonomi domestik AS. Dengan menjadikan Indonesia sebagai pasar potensial dari produk-produk AS, peningkatan ekspor harus segera di upayakan.

Presiden Amerika Serikat Barack Obama telah memerintahkan kabinet untuk mengatur strategi baru melipatgandakan ekspor dalam waktu lima tahun, sebagian besar untuk mempercepat pertumbuhan Asia, termasuk Indonesia, dengan menghambat rintangan-rintangan. Dibawah National Export Initiative, Pemerintah akan menyediakan akses lebih besar untuk perusahaan-perusahaan Amerika Serikat untuk memberikan biaya dan membantu mereka menembus pasar baru dengan pertumbuhan tinggi seperti Indonesia, Cina, India dan Brazil.

Kebijakan ini menawarkan kesempatan dalam sektor pertumbuhan paling cepat seperti produk-produk lingkungan dan pelayanan, energi yang bisa diperbarui, kepedulian terhadap kesehatan dan bioteknologi.Jika kita hanya meningkatkan sedikit nilai persen ekspor kita untuk Asia, itu artinya ratusan dari ribuan, mungkin jutaan lapangan pekerjaan di Amerika Serikat akan bertambah. Maka tampak, kunjungan Obama ke Indonesia adalah sebuah misi penyelamatan kepentingan domestik AS yang carut marut. Dan dominasi kepentingan dengan memainkan isu-isu klasik sangat mungkin dilakukan oleh Obama terhadap Indonesia.

Kerjasama Kemitraan AS-Indonesia: Haram!

Istilah “Kerjasama Kemitraan” ini harus dikritisi. Perlu dicatat, bahwa digunakannya istilah “Kerjasama Kemitraan” ini untuk mengelabuhi tujuan dan maksud AS yang sesungguhnya, yaitu mempertahankan dan mengokohkan cengkraman penjajahan AS di Indonesia, melalui bidang-bidang yang dikerjasamakan.Karena itu, “kerjasama kemitraan” ini merupakan salah satu strategi kebijakan politik luar negeri AS terhadap Indonesia. AS ingin menjadikan Indonesia sebagai mitra. Sedangkan mitra dalam paradigma AS adalah negara yang sejalan dengan kepentingan AS. Mitra untuk mempertahankan penjajahan AS di Indonesia, kawasan Asia dan dunia Islam. Dengan demikian “kerjasama kemitraan” ini sesungguhnya tidak akan lepas dari upaya AS untuk menjaga Indonesia agar tetap menjadi koloninya.

Selain fakta, bahwa “kerjasama kemitraan” tersebut merupakan legalisasi penjajahan AS di Indonesia, dan kawasan yang lainnya, juga harus dicatat, bahwa AS adalah negara penjajah yang tengah menduduki wilayah Islam yang lain, seperti Irak dan Afganistan. Dengan posisinya sebagai negara penjajah, dan sedang memerangi kaum Muslim, serta menduduki wilayahnya, maka status AS jelas merupakan Negara Kafir Harbi fi’lan.

Negara Kafir Harbi fi’lan tetap harus didudukkan sebagai musuh, karena sedang berperang dengan kaum Muslim. Karena itu, haram hukumnya melakukan “kerjasama kemitraan” dengan musuh. Allah berfirman:

فَمَنِ اعتَدىٰ عَلَيكُم فَاعتَدوا عَلَيهِ بِمِثلِ مَا اعتَدىٰ عَلَيكُم ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعلَموا أَنَّ اللَّهَ مَعَ المُتَّقينَ

Oleh sebab itu barangsiapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu. bertakwalah kepada Allah dan Ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa. (Q.s. al-Baqarah [02]: 194)

Allah SWT juga berfirman:

يٰأَيُّهَا الَّذينَ ءامَنوا لا تَتَّخِذوا بِطانَةً مِن دونِكُم لا يَألونَكُم خَبالًا وَدّوا ما عَنِتُّم قَد بَدَتِ البَغضاءُ مِن أَفوٰهِهِم وَما تُخفى صُدورُهُم أَكبَرُ ۚ قَد بَيَّنّا لَكُمُ الءايٰتِ ۖ إِن كُنتُم تَعقِلونَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudaratan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya”.(QS. Ali Imran [3]: 118)

Selain itu, “kerjasama kemitraan” ini juga digunakan AS untuk mengokohkan penjajahannya di Indonesia, juga negeri-negeri kaum Muslim yang lain. Dengan demikian, status “kerjasama kemitraan” ini juga haram dilakukan, karena secara nyata digunakan untuk menguasai kaum Muslim:

وَلَن يَجعَلَ اللَّهُ لِلكٰفِرينَ عَلَى المُؤمِنينَ سَبيلًا

Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman. (Q.s. an-Nisa’ [04]: 141)

Menjalin kemitraan yang konprehensif dalam segala bidang dengan AS tidak akan memberikan keuntungan kecuali sedikitpun kepada Indonesia, sementara mudarat yang ditimbulkannya sudah jelas. AS dengan seluruh kekuatannya akan bercokol di negeri ini, sementara negeri ini akan tetap tunduk dalam cengkramannya. Kekayaan alamnya yang kaya raya pun lebih mudah dikeruk dan diboyong ke negeri mereka sebagaimana yang mereka lakukan terhadap di Irian dengan emasnya, Riau dengan minyaknya, dan begitu seterusnya.

Menjalin kemitraan dengan AS tidaklah akan menjadikan umat Islam mulia, maju dan berwibawa. Resep-resep ramuan kapitalisme seperti demokratisasi, HAM, liberalism, dialog peradaban, kerjasama militer dan lain sebagainya yang ditawarkan AS hanya akan menjadikan penyakit yang telah menjangkiti negeri ini yakni berbagai goncangan politik dan ekonomi serta moral semakin parah dan akut sebagaimana negeri Islam lainnya yang berujung keporakporandaan dan kebinasaan.

AS dan Kapitalisme bukanlah sumber kemuliaan dan kemajuan. Karena kemulian hanyalah milik Allah, Rasul-Nya dan kaum Muslim. Siapa saja yang mengharapkan kemuliaan pada AS dan ideologinya, jelas keliru. Allah berfirman:

مَن كانَ يُريدُ العِزَّةَ فَلِلَّهِ العِزَّةُ جَميعًا ۚ إِلَيهِ يَصعَدُ الكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالعَمَلُ الصّٰلِحُ يَرفَعُهُ ۚ وَالَّذينَ يَمكُرونَ السَّيِّـٔاتِ لَهُم عَذابٌ شَديدٌ ۖ وَمَكرُ أُولٰئِكَ هُوَ يَبورُ ﴿١٠﴾

“Barang siapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya. Kepada-Nya lah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang shaleh dinaikkan-Nya. Dan orang-orang yang merencanakan kejahatan bagi mereka adzab yang keras, dan rencana jahat mereka akan hancur”. (QS. Fathir[35]:10)

وَلِلَّهِ العِزَّةُ وَلِرَسولِهِ وَلِلمُؤمِنينَ وَلٰكِنَّ المُنٰفِقينَ لا يَعلَمونَ

“Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui”. (QS. Al-Munafiqun [63]:8)

Tolak Kedatangan Obama

Kunjungan Presiden AS Obama ke Indonesia tidak lain adalah untuk mengokohkan kepentingan politik dan ekonomi AS di negeri ini. Indonesia adalah negara yang sungguh penting buat AS. Indonesia adalah negara Muslim terbesar di dunia. Kaya sumberdaya alam, khususnya energi, dan pasar yang sangat potensial untuk produk-produk ekspor AS.

Kunjungan Obama ke Indonesia untuk memastikan bahwa Indonesia tetap dalam orbit pengaruhnya. Secara politik tetap menganut sistem dan ideologi sekuler. Dan secara ekonomi tetap menjadi pasar produknya dan perusahaan-perusahaan AS tetap leluasa beroperasi di Indonesia. Artinya, kunjungan Presiden Obama akan semakin mengokohkan penjajahan (tidak langsung) AS atas negeri ini.

Maka secara umum dan keseluruhan, Kemitraan Komprehensif ini akan memperdalam dan melanggengkan intervensi, pengaruh dan hegemoni AS atas Indonesia. Semua itu dengan kemitraan ini akan menjadi lebih komprehensif, melihat cakupan kemitraan yang yang begitu luas dan adanya kesiapan untuk memperluasnya ke sektor-sektor dan area kegiatan lainnya.

Oleh karena itu, umat perlu sadar, eksistensi hegemoni AS atas negeri-negeri Islam (Indonesia khususnya) bisa berjalan nyaris tanpa hambatan karena kontribusi dan sikap hipokrit dari para penguasanya. Dan AS memberikan reward (hadiah) dengan dukungan penuh untuk mendudukkan para “komprador” ini di berbagai posisi strategis kekuasaan negeri Islam.

Dalam konteks inilah, umat perlu “melek” dan menyuarakan kemerdekaan yang hakiki untuk Indonesia. Membebaskan dari imperialisme Barat (AS cs), dan dikembalikan kepada kehidupan dengan sistem yang sesuai fitrah, memuaskan akal, dan bisa melahirkan ketentraman batin (kalbu) dan itu tidak lain adalah Islam. Sistem yang sohih, media mencapai sa’adah (kebahagiaan) dan kamal (kesempurnaan) hidup di dunia dan akhirat.

Untuk itu sudah menjadi keharusan bagi rakyat Indonesia untuk menolak kedatangan Obama dan menuntut Pemerintah Indonesia membatalkan Perjanjian Kemitraan Komprehensif yang imperialistik serta menyerukan kaum muslimin berjuang menegakkan khilafah agar terbebas dari upaya AS menjajah Indonesia dengan berbagai regulasi dan undang-undang kufur.

Semoga umat Islam segera menemukan penguasa yang amanah, yang bisa menjaga, merawat dan mengayomi mereka. Itulah Imam/Khalifah, yang menegakkan syariah Islam secara kaffâh dalam sebuah negara, yakni Khilafah ‘ala Minhâj an-Nubuwwah. Amin, ya Mujîb as-sâ’ilîn. (Tim Lajnah Maslahiyyah -HTI)

KEMISKINAN RAKYAT MERISAUKAN, PENGUASANYA BERMEWAH-MEWAHAN

KEMISKINAN RAKYAT MERISAUKAN, PENGUASANYA BERMEWAH-MEWAHAN

[Al Islam 515] Seperti yang dilansir sejumlah media, jumlah orang miskin makin merisaukan seiring kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) per 1 Juli 2010. Pasalnya, kenaikan TDL memberikan efek domino berupa kenaikan harga sembako, ancaman PHK dan pengangguran.

Berdasarkan standar BPS (Maret 2007), kategori miskin di antaranya seorang dengan penghasilan di bawah Rp 167.000,-/bulan/orang atau Rp 5.500,-/hari/orang. Dengan stadar BPS, angka kemiskinan saat ini hanya sekitar 13 persen atau sekitar 30 juta orang. Namun, menurut Bank Dunia, salah satu kriteria orang miskin di Indonesia adalah mereka yang berpenghasilan di bawah 2 dolar/Rp 19.000,- perhari (sekitar Rp 500 ribu/bulan). Jika menggunakan ukuran World Bank ini, angka kemiskinan di Indonesia bisa di atas 43 persen dari sekitar 240 juta penduduk Indonesia; kira-kira mendekati 100 juta jiwa. Inilah fakta keseharian kehidupan rakyat yang amat menyedihkan. Padahal bukankah mereka hidup di sebuah negeri yang subur serta kaya dengan kandungan mineral dan sumber daya alam lainnya?

Pemerintah Tak Peduli

Di negeri ini, penerapan sistem ekonomi Kapitalisme-yang akhir-akhir ini makin mengarah pada liberalisme ekonomi-menjadi akar munculnya kemiskinan yang terus meningkat. Dalam sistem ekonomi liberal, Pemerintah tidak lagi memerankan fungsinya sebagai pemelihara urusan-urusan dan kebutuhan dasar rakyatnya. Bahkan di tengah kemiskinan rakyat, Pemerintah sering mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang makin membebani rakyat. Mulai April lalu, misalnya, Pemerintah menaikkan harga pupuk urea isi 50 kilogram sebesar 50 persen, yakni dari Rp 60 ribu menjadi Rp 90 ribu. Kenaikan ini muncul karena anggaran subsidi yang semula Rp 11,3 triliun dikurangi menjadi Rp 4,2 triliun. Padahal tahun 2009 lalu, besarnya subsidi pupuk mencapai Rp 17,6 triliun. Dampak dari kenaikan harga pupuk ini sudah terasa Juni lalu. Harga produk pertanian melambung tinggi, sementara pendapatan masyarakat malah turun karena harga pokok produksi hanya naik 10 persen. Bagaimana para petani bisa untung?

Namun, masalahnya tidak hanya berhenti di sini. Pasalnya, dalam sistem ekonomi liberal, saat Pemerintah melepaskan tanggung jawabnya terhadap nasib rakyat, Pemerintah justru lebih berpihak kepada para pemilik modal, termasuk pihak asing. Contoh: terkait kenaikan tarif listrik. Kasus terbaru menunjukkan bagaimana Pemerintah negeri ini mengelola Proyek Gas Donggi Senoro. Pemerintah memutuskan bahwa untuk proyek gas Donggi Senoro, 30% dialokasikan untuk kebutuhan dalam negeri, sedangkan 70% untuk ekspor. Padahal yang 30% itu saja belum cukup untuk memenuhi kebutuhan gas PT PLN. Artinya, kebutuhan dalam negeri untuk PLN dan industri lainnya seperti industri pupuk sesungguhnya masih sangat besar. Sungguh ironis, saat kebutuhan akan gas di dalam negeri begitu besar, Pemerintah justru mengalokasikan 70% untuk ekspor. Padahal jika kebutuhan pasokan gas domestik mendapat prioritas maka kekurangan pasokan gas untuk PLN, pabrik pupuk dan pabrik lainnya akan terpenuhi. Hal ini secara pasti akan membuat harga produksi listrik turun sehingga harga TDL tidak perlu dinaikkan, bahkan bisa diturunkan. Lebih dari itu, dengan ketersediaan bahan bakar pembangkit yang jauh lebih murah dan sangat besar, seperti batu bakar dan gas, Pemerintah melalui PT PLN dapat segera memperbesar kapasitas produksi listrik dan ini akan segera dapat mengatasi kekurangan pasokan serta menambah luasnya jangkauan pelayanan listrik kepada masyarakat.

Kebijakan Pemerintah ini tentu patut dipertanyakan. Apakah karena ada kepentingan para pemungut rente yang tidak ingin kehilangan penghasilannya dari pasokan BBM ke PT PLN selama ini? Juga apakah ada kepentingan pemungut rente karena komisi dari penjualan ekspor gas keluar negeri? Hal ini menjadi sangat mungkin mengingat besarnya rente yang akan dinikmati para makelar yang mengatasnamakan kebijakan negara. Kalau ini benar, inilah dampak nyata dari sistem kapitalis yang menyuburkan kolusi antara pengusaha dan pengusaha, dengan mengorbankan rakyat banyak.

Penguasa dan Pejabat Bermewah-mewahan

Presiden SBY mengajak warga masyarakat Indonesia agar tetap berhemat dalam menggunakan energi, baik energi listrik, gas, maupun minyak bumi serta energi lainnya. “Kita sama-sama lakukan hemat energi, jangan boros, dan sejak anak-anak harus sudah mulai berhemat energy, apapun bentuknya,” ujarnya dalam sebuah kesempatan.

Ajakan itu sebenarnya sudah basi. Pasalnya, penghematan di jajaran pemerintahan tak pernah terlihat. Masyarakat masih ingat bagaimana uang Rp 22.55 miliar untuk tahun anggaran tahun 2009 dihamburkan hanya untuk merenovasi pagar Istana. SBY sendiri tak memberikan contoh bagaimana dirinya melakukan hemat energi itu; misalnya ia naik kendaraan umum saja ke Istana atau seluruh listrik Istana dimatikan pada malam hari. Itu tidak terjadi. Inilah sikap ‘munafik’ penguasa.

Pada tahun 2011, Pemerintah pun berencana membeli pesawat kepresidenan jenis Boeing 737-800 NG, dengan harga dipatok US$ 84,5 juta, sekitar Rp 800 miliar lebih. Selain itu, dalam kurun waktu 2001-2011 Presiden SBY menghabiskan Rp 1,173 triliun untuk anggaran “plesiran”-nya ke luar negeri. Anggaran “jalan-jalan” Presiden SBY tahun 2011 saja dipatok sebesar Rp 181 miliar. Ini jauh di atas anggaran presiden sebelumnya di era GusDur yang total menghabiskan Rp 48 miliar dan semasa Megawati Rp 48,845 miliar. Lalu untuk kebutuhan baju Presiden saja, anggarannya mencapai Rp 893 juta pertahun atau Rp 74 juta perbulan atau sekitar Rp 18 juta perminggu. Padahal gaji Presiden Indonesia saat ini saja sudah amat besar, hanya terpaut sedikit saja dari gaji tertinggi sejumlah kepala negara di dunia, terutama jika dikaitkan dengan tingkat kemakmuran rakyatnya. Sebagaimana diketahui, total gaji Presiden SBY saat ini adalah sebesar Rp 62.740.000,-. Adapun kepala negara dengan gaji tertinggi di dunia adalah Presiden Singapura, Hongkong, Amerika Serikat, Irlandia dan Prancis. (Http://www.kaskus.us/showthread.php?t=3409487).

Sebelumnya, DPR meloloskan proyek gedung megah yang nilainya Rp 1,8 triliun. Ini menunjukkan bahwa penguasa, baik kalangan eksekutif maupun legislatif, betul-betul telah hilang kepekaannya terhadap rakyat. Mereka lebih mementingkan diri sendiri daripada rakyatnya.

Selain itu, wajah APBN kita pun tidak pro rakyat. Ini bisa disimak dari APBN Perubahan 2010. Di sana tergambar jelas bahwa APBN itu lebih ditujukan untuk kepentingan pragmatis elit politik dan pejabat, ketimbang untuk rakyat. DPR, misalnya, berhasil mengajukan anggaran fantastis sebesar Rp 1,8 triliun untuk pembangunan gedung barunya. Angka ini lebih besar dari anggaran program keluarga harapan yang hanya senilai Rp 1,3 triliun untuk 810 ribu Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM). Padahal anggaran Rp 1,8 triliun ini bisa dimanfaatkan oleh 1,1 juta RTSM melalui program keluarga harapan, dibandingkan untuk gedung baru DPR yang hanya dinikmati 560 anggotanya.

Pemerintah juga kembali mengajukan tambahan anggaran untuk remunerasi (kenaikan gaji pejabat) senilai Rp 3,3 triliun sehingga total menjadi Rp 13,9 triliun. Padahal terbukti kenaikan gaji pejabat tidak mampu menghentikan kebiasaan korupsi yang bercokol di birokrasi. Di sisi lain, triliunan uang tersebut bisa digunakan untuk 76,4 juta Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin selama 3 tahun, atau 1,9 juta balita gizi buruk dan 1,8 miliar liter beras.

Saatnya Hentikan Sistem/Rezim Tak Amanah

Gaya hidup penguasa kaum Muslim saat ini yang menampilkan kemewahan, dari mulai gaji yang tinggi hingga mobil dinas yang mahal, tidak bisa dilepaskan dari cara pandang mereka terhadap jabatan. Bagi mereka, jabatan identik dengan prestise, martabat, kehormatan, bahkan ladang penghasilan yang subur. Wajar jika mereka berebut untuk mendapatkan jabatan/kekuasaan.

Sikap mereka ini berbeda dengan para khalifah (kepala negara Khilafah) dulu. Bagi para khalifah, jabatan adalah amanah. Karena itu, jabatan/kekuasaan benar-benar dimaksudkan untuk menunaikan apa yang menjadi hak rakyatnya. Bagi mereka, martabat dan kehormatan justru terletak pada ketakwaan, dan salah satu ukuran ketakwaan terletak pada sikap amanah dalam mengurus rakyat, bukan pada kemewahan. Karena itu, kesederhanaan mereka tidak membuat mereka kehilangan martabat dan kehormatan. Wajar jika kisah kesederhanaan para khalifah kaum Muslim pada masa lalu banyak menghiasi sejarah peradaban Islam nan agung ini. Imam as-Suyuthi menuturkan dalam Tarikh al-Khulafa’-nya tentang kisah kesederhanaan Khalifah Umar bin al-Khaththab ra., misalnya, yang tidak pernah malu berpakaian dengan banyak tambalan, bukan dengan kain yang sama, tetapi dengan kain yang berbeda, bahkan dengan kulit hewan. Khalifah Umar ra. juga biasa tidur nyenyak di atas hamparan pasir, dengan berbantalkan pelepah kurma di sebuah kebun kurma, tanpa seorang pun pengawal. Namun, di balik kebersahajaan itu, Khalifah Umar dan para khalifah kaum Muslim itu mempunyai prestasi yang luar biasa. Mereka berhasil memakmurkan rakyatnya sekaligus menjadikan Islam dan Khilafah Islam memimpin dunia selama berabad-abad dengan segala kemuliaan dan keagungannya. Bandingkanlah dengan para penguasa kaum Muslim saat ini, termasuk di negeri ini. Mereka hidup mewah, tetapi miskin prestasi, bahkan menjadi musibah bagi rakyatnya.

‘Ala kulli hal, umat belum terlambat untuk menyadari bahwa sistem sekular-kapitalis-liberal inilah yang menjadi penyebab hilangnya karakter para pemimpin yang sederhana dan zuhud, sekaligus yang menjadi penyebab suburnya para pemimpin yang tamak akan ‘sekerat tulang’ dunia.

Karena itu, umat belum terlambat untuk segera menerapkan sistem (syariah) Islam sebagai wujud ketakwaan mereka kepada Allah SWT. Hanya dengan ketakwaanlah Allah SWT menjamin keberkahan hidup bagi mereka, sebagaimana firman-Nya:

وَلَو أَنَّ أَهلَ القُرىٰ ءامَنوا وَاتَّقَوا لَفَتَحنا عَلَيهِم بَرَكٰتٍ مِنَ السَّماءِ وَالأَرضِ وَلٰكِن كَذَّبوا فَأَخَذنٰهُم بِما كانوا يَكسِبونَ

Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi (QS al-A’raf [7]: 96).

Sebaliknya, jika umat ini tetap berpaling dari peringatan Allah SWT, enggan menerapkan syariah-Nya secara total dalam seluruh aspek kehidupan dalam institusi Khilafah, maka kesempitan akan selalu menjadi ‘hiasan hidup’ mereka, sebagaimana firman-Nya:

وَمَن أَعرَضَ عَن ذِكرى فَإِنَّ لَهُ مَعيشَةً ضَنكًا وَنَحشُرُهُ يَومَ القِيٰمَةِ أَعمىٰ

Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku, baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada Hari Kiamat dalam Keadaan buta (QS Thaha [20]: 124).

Wallahu a’lam. []

IPO PT Krakatau Steel: Perampokan dan Perampasan Kepemilikan Harta Milik Rakyat

IPO PT Krakatau Steel: Perampokan dan Perampasan Kepemilikan Harta Milik Rakyat

[Al Islam 531] PT Krakatau Steel (KS) adalah perusahaan negara yang sejatinya milik rakyat. PT KS merupakan industri baja terpadu terbesar di Asia Tenggara. Perusahaan ini memiliki kapasitas produksi mencapai 2,5 juta ton pertahun. Bagi sebuah negara, industri baja memegang peranan yang sangat strategis, karena hampir 95% peralatan logam yang dipergunakan manusia berasal dari baja. PT KS memegang peranan yang menentukan, yaitu menyuplai 60% kebutuhan baja nasional dan menjadi basis untuk kepentingan industrialisasi di dalam negeri.

Pada hari Rabu 10 November 2010, PT KS (Persero) Tbk. resmi mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI). Kegiatan ini merupakan puncak dari serangkaian proses privatisasi (baca: pengalihan kepemilikan saham) yang telah direncanakan PT KS beberapa tahun terakhir. Harga saham PT KS telah ditetapkan sebesar Rp 850 persaham. Jumlah saham yang dilepas ke masyarakat sebanyak 3,155 miliar saham atau setara dengan 20% dari keseluruhan saham. Perkiraan dana (kotor) yang dapat diraih PT KS dari IPO (Initial Public Offering) atau penawaran umum perdana ini adalah sebesar Rp 2,68 Triliun. (Krakatau.steel.com, 11/11/2010).

Alasan Keliru Pemerintah

Ada beberapa pandangan di balik privatisasi, misalnya, privatisasi PT KS adalah untuk meningkatkan laba dan memajukan kinerja perusahaan. Ini belum tentu benar karena saham tidak sepenuhnya dimiliki oleh perusahaan negara tersebut. Malah prosentase kepemilikan saham dari pihak asing lebih tinggi daripada perusahaan itu atau saham milik negara. Tidak salah jika sebagian pengamat menyatakan bahwa IPO KS adalah seperti perampokan yang sistemik; ada pihak-pihak tertentu yang bermain untuk mengambil keuntungan. Faktanya, hanya dalam satu hari penawaran, saham PT KS langsung melejit 49% (Detikfinance, 11/11).

Akibatnya, menurut Ekonom Sustainable Development Indonesia (SDI) Prof. Drajad Wibowo, negara dan PT Krakatau Steel dirampok sekitar Rp 1, 2 Triliun hanya dalam sehari. Upaya underwriters dengan memberikan jatah kepada asing sebesar 35 persen untuk mencari investor yang berkualitas hanya omong kosong. Buktinya, Credit Suisse melepas saham dalam jumlah besar hari itu juga. Baru satu sesi saja investor yang membeli saham Krakatau melalui Credit Suisse sudah mengeruk untung besar. IPO (penawaran umum saham perdana) PT Krakatau Steel merupakan perampokan melalui pasar modal (Republika.co.id, 12/11).

Dr. Hendri Saparini, Direktur ECONIT, mengumpamakan kondisi PT Krakatau Steel sama seperti dengan Gunung Anak Krakatau, yang sewaktu-waktu bisa menimbulkan guncangan dan menelan korban. Ini baru seperti (Gunung) Anak Krakatau, baru keluar asap. Masih banyak magma yang akan keluar. PT Krakatau Steel merupakan perusahaan berstatus badan usaha milik negara (BUMN) sehat dan potensial yang tidak perlu dijual sahamnya. Kekhawatiran proses penjualan saham KS dengan harga yang murah-senilai Rp 850 persaham-itu menjadi skandal ekonomi baru yang lebih besar/dahsyat dari kasus Bank Century (Suarakarya-online.com, 10/11).

Menurut Yanuar, pengamat pasar modal, dalam kasus IPO PT Krakatau Steel ada indikasi masyarakat hanya mendapat 2 persen saja, sedangkan 98 persen merupakan penjatahan tetap. Kalau sudah demikian, harga yang terbentuk tidak nyata. Saham PT KS merupakan saham ‘gorengan’ karena konstribusi faktor fundamental terhadap penentuan harganya hanya 0,14 persen. Pengaruh fundamental dari saham ini yang hanya 0,14 persen merupakan amatiran karena mereka melakukan untuk keuntungan diri sendiri (Suarakarya-online.com, 10/11).

Rekomendasi

Sejumlah tokoh Banten meminta Pemerintah mengkaji dan mencermati kembali agenda privatisasi (pengalihan sebagian saham) PT Krakatau Steel. Sebab, privatisasi akan melemahkan kedaulatan negara di bidang ekonomi dan politik perekonomian. Forum diskusi tokoh bertema “Telaah Kritis Privatisasi (IPO) PT KS” di Aula Setda Provinsi Banten di Serang, Sabtu, 7 November 2010, yang diselenggarakan DPD I Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Provinsi Banten-yang menghadirkan pengamat ekonomi Ichsanuddin Noorsy, Wagub Banten HM Masduki, Juru Bicara HTI Ismail Yusanto, Corporate Secretary PT KS Raden Gunawan dan tokoh Banten dari berbagai elemen masyarakat-menyampaikan rekomendasi (usulan) kepada pihak PT KS, masyarakat Banten, Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat. Isi rekomendasi tersebut di antaranya, mendesak jajaran manajemen PT KS meningkatkan kinerja untuk membuktikan kepada Pemerintah dan masyarakat Indonesia, bahwa tanpa diprivatiasi pun PT KS dapat tumbuh sehat dan berkembang serta meningkatkan kepedulian perusahaan terhadap masyarakat Banten. Seluruh lapisan dan elemen masyarakat Banten, Pemerintah kabupaten/kota se-Banten diseru untuk menolak privatisasi dalam bentuk apapun, karena privatisasi sarat dengan kepentingan neo-imperialisme (penjajahan baru). Sebagai alternatif, untuk dana pengembangan PT KS hendaknya pembeli saham adalah pemerintah daerah setempat.

Bahaya Privatisasi

Privatisasi (pengalihan aset negara/milik rakyat) merupakan bagian tak terpisahkan dari ideologi Kapitalisme yang menonjolkan kepemilikan individu atau kebebasan kepemilikan. Islam melarang kita mengadopsi konsep-konsep ekonomi yang secara asasi bertentangan dengan akidah. Apalagi privatisasi terbukti telah menyebabkan kesengsaraan masyarakat dan ketidakmandirian perekonomian negara. Privatisasi merupakan pengambilalihan swasta terhadap kekayaan kolektif dan kepemilikan masyarakat, termasuk simpanan publik, tanah, mineral tambang, hutan, dan lain-lain. Ini merupakan bagian dari strategi kaum penjajah untuk menghancurkan suatu negara dan kemudian menguasainya. Perusahaan PT Krakatau Steel termasuk perusahaan strategis untuk kepentingan negeri ini. Karena itu, perusahaan baja ini tidak boleh dijual. Apalagi, seperti dikatakan pengamat ekonomi, Drajat Wibowo, kinerja keuangan PT KS juga tak buruk-buruk amat. Pada semester I 2010, produsen baja yang berpusat di Cilegon Banten ini mampu meraup laba bersih hampir Rp 1 Triliun.

Jika dicermati lebih jauh, penyebab kemunduran PT Krakatau Steel ada pada kesalahan kebijakan pemerintahan sekarang ini. Pertama: PT Krakatau Steel mengalami kekurangan pasokan bahan baku seperti bijih besi, bijih mangan, bijih chrom, bijih nikel, kapur dan dolomit. Keseluruhan bahan baku itu dapat disediakan oleh alam Indonesia. Namun, Pemerintahan SBY-lah yang mengekspornya dengan harga sangat murah ke luar negeri. Kedua: produksi PT Krakatau Steel terkendala oleh kurangnya pasokan energi, khususnya listrik, sehingga industri baja tidak bisa beroperasi secara maksimal. Sayang sekali, lagi-lagi SBY membuat kesalahan ketika mengekspor murah batu bara Indonesia ke luar negeri. Ketiga: kurangnya pengembangan industri bahan baku baja di dalam negeri untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor.

Privatisasi dalam Pandangan Islam

Ide privatisasi pada dasarnya meniadakan peranan Pemerintah dalam perekonomian dan pelayanan masyarakat, kemudian menyerahkannya kepada para investor (swasta, termasuk pihak asing). Ide ini berpijak pada pandangan Adam Smith yang menghendaki perekonomian berjalan tanpa campur tangan pemerintah atau laissez faire. Prinsip dasar laissez faire sangat bertentangan dengan prinsip Islam, yakni negara merupakan pengatur dan pelayan urusan umat (ri’âyah as-su’ûn al-ummah). Rasulullah saw. pernah bersabda:

اَلإِمَامُ رَاعٍ وَ هُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

Imam (khalifah) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan dia bertanggung jawaban atas urusan rakyatnya (HR al-Bukhari dan Muslim).

Privatisasi merupakan bagian utama program penyesuaian struktural yang dilahirkan di Washington pada tahun 1980. Privatisasi selalu menjadi agenda globalisasi dan liberalisasi ekonomi yang diusung oleh IMF, Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia (ADB), AS dan negara-negara kapitalis lainnya, serta para investor. Tujuan program-program politik ekonomi yang mereka usung adalah untuk menjaga kesinambungan penjajahan para kapitalis terhadap negara-negara berkembang dan negara-negara miskin. Padahal jelas, syariah Islam telah melarang para pejabat negara mengambil suatu kebijakan dengan menyerahkan penanganan ekonomi kepada para kapitalis ataupun dengan menggunakan standar-standar kapitalis, karena selain bertentangan dengan konsep syariah, juga membahayakan negara dan masyarakat. Nabi Muhammad saw. bersabda:

لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ

Tidak boleh ada bahaya (dharar) dan (saling) membahayakan (HR Ahmad dan Ibn Majah).

Privatisasi yang dilakukan Pemerintah atas BUMN yang terkategori harta milik umum dan sektor/industri strategis dilarang oleh syariah Islam. Nabi Muhammad saw. bersabda:

اَلْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءٌ فِي ثَلاَثٍ: فيِ الْمَاءِ وَ الْكَلَأِ وَ النَّارِ

Kaum Muslim berserikat dalam tiga barang: air, padang rumput dan api (HR Abu Dawud).

Menurut Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani (2002) harta milik umum mencakup fasilitas umum, barang tambang yang jumlahnya sangat besar dan sumberdaya alam yang sifat pembentukannya menyebabkan tidak mungkin dikuasai oleh individu. Adapun industri strategis adalah adalah industri yang menghasilkan produk/mesin yang dibutuhkan oleh kegiatan-kegiatan sektor perekonomian seperti industri manufaktur, pertanian, transportasi, telekomunikasi dan industri baja.

Karena itu, selain haram, privatisasi juga berbahaya karena: Pertama, menyebabkan harta hanya beredar di kalangan orang kaya saja, baik perorangan maupun perusahaan; sementara orang banyak tidak dapat memanfaatkan harta tersebut. Hal ini tidak dibenarkan menurut Islam (Lihat: QS al-Hasyr [59]: 7).

Kedua, menimbulkan dominasi dan hegemoni kaum kafir atas kaum Muslim. Dengan privatisasi, individu atau perusahaan kapitalislah yang nantinya akan menguasai dan mengendalikan negeri-negeri Islam, baik di bidang ekonomi maupun politik. Negeri-negeri Islam akan terjerumus dalam cengkeraman penjajahan ekonomi. Hal ini tegas telah diharamkan dalam Islam (Lihat: QS an-Nisa’ [4]: 141).

Karena itu, jelas, privatisasi, apapun modusnya, harus selalu diwaspadai, karena ujung-ujungnya adalah penjajahan ekonomi atas umat Islam. Namun demikian, selama negeri ini menerapkan sistem ekonomi kapitalis, penjajahan ekonomi, baik melalui privatisasi ataupun yang lain, akan tetap berlangsung. Semua itu hanya bisa dicegah jika umat ini menerapkan syariah Islam secara total dalam negara, termasuk dalam bidang ekonomi, dengan hanya menerapkan sistem ekonomi Islam, tentu hanya dalam intitusi Khilafah Islam.

Wallahu a’lam bi ash-shawab. []

Berbagai Kebohongan dan Racun Obama Disebarkan di Tengah-tengah Mereka yang Telah Terjajah Oleh Pemikiran/Kultur Amerika

Berbagai Kebohongan dan Racun Obama Disebarkan di Tengah-tengah Mereka yang Telah Terjajah Oleh Pemikiran/Kultur Amerika

[Al Islam 532] Sungguh, mayoritas generasi umat Islam di seluruh penjuru negeri ini-yang ditunjukkan oleh berbagai pertemuan dan konsentrasi massa dari kalangan para ulama, dosen dan intelektual-menolak kunjungan Obama. Mereka melakukan berbagai pertemuan dan konsentrasi massa aksi protes di berbagai kota, mulai dari timur hingga barat. Hanya sekelompok antek Amerika, terutama kepala negaranya, yang telah menyambut kunjungan Obama. Stasiun-stasiun televisi di bawah penguasa dan yang berjalan di belakangnya menyiarkan berita kunjungan itu secara luas. Pada saat yang sama, stasiun-stasiun televisi itu membisu, tidak menyiarkan berbagai pertemuan dan konsentrasi massa yang menolak kunjungan Obama. Mereka menutup-nutupi berita penolakan dan protes yang dilakukan oleh berbagai kelompok massa yang ikhlas dari mayoritas umat di Indonesia! Stasiun-stasiun televisi itu mengulang-ulang pidato Obama di hadapan mereka yang telah terjajah oleh pemikiran dan budaya Amerika, yang diselenggarakan di Universitas Indonesia pada tanggal 10 November 2010 lalu. Melalui antek-anteknya di media massa, Amerika mempromosikan di tengah-tengah masyarakat berbagai kebohongan dan racun yang disebarkan Obama itu.

Sebagaimana kebiasaan Presiden Amerika dalam berbagai pidatonya di hadapan orang-orang yang telah terjajah oleh pemikiran/kultur Amerika, Obama mengulang-ulang ucapannya tentang demokrasi, HAM, pluralisme dan pasar bebas. Dia berupaya mengemasnya dengan cara-cara yang manis, berpengaruh, memikat dan menipu; tentang masa kecilnya di Indonesia dan pujiannya terhadap pembangunan di Indonesia! Begitulah, Obama memalingkan para pendengar, meski hanya sebentar, dari racun-racun mematikan yang dia tuangkan ke Indonesia melalui kunjungannya itu!

Sungguh, demokrasi yang dia dengung-dengungkan bukanlah sebatas pemilihan penguasa oleh umat, sebagaimana yang mereka tonjolkan kepada masyarakat. Dalam hal pemilihan penguasa oleh umat itu, Islam justru jauh mendahului demokrasi. Namun persoalannya, demokrasi hakikatnya adalah menyerahkan hak membuat hukum dan undang-undang kepada manusia, bukan kepada Tuhan manusia. Oleh karena itu, dari sisi ini demokrasi merupakan ide kufur. Sebab, Allah SWT telah menjadikan hak untuk menetapkan hukum dan undang-undang semata milik Dia. Allah SWT berfirman:

إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ

Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah (QS al-An’am [6]: 57).

HAM yang dibangun di atas liberalisme juga merupakan racun yang mematikan! HAM hanyalah hak bagi mereka yang melanggar kehormatan Islam, yang murtad dari Islam, yang berani berlaku lancang terhadap al-Quran al-Karim dan Rasul saw., serta hak bagi para pelaku kemaksiatan homoseksual dan pornografi. Sebaliknya, jika terkait dengan keterikatan seorang Muslim dengan agamanya, pemakaian kerudung atau niqab (cadar) oleh Muslimah, atau pembangunan menara masjid, hak-hak semacam ini ditolak bahkan diperangi dengan kuat!

Pluralisme yang mereka maksud juga bukanlah bahwa kaum minoritas secara agama atau ras harus hidup di bawah naungan Islam di Indonesia yang Muslim. Namun, pluralisme yang mereka maksudkan adalah bagiaman menjadikan minoritas non-Muslim bias menghalangi penerapan Islam di Indonesia yang telah Allah wajibkan. Dalihnya adalah kebebasan beragama dan bahwa agama-agama itu setara dalam hal kebenaran selama mengimani ide ketuhanan. Demikian sebagaimana yang dikatakan oleh Obama! Sesungguhnya melalui ide pluralisme itu mereka ingin (perkara politik) agar kaum minoritas non-Muslim bisa menghalangi penerapan hukum-hukum syariah. Padahal penerapan hukum-hukum syariah itu adalah wajib bagi kaum Muslim secara sekaligus di bawah Daulah Khilafah. Dalam penerapan syariah di bawah Khilafah itulah terdapat kebangkitan kaum Muslim yang sahih dan pembebasan mereka dari penjajahan. Di bawah Khilafah yang menerapkan syariahlah sesungguhnya terletak kemuliaan kaum Muslim. Di dalam Khilafah pula terdapat penjagaan atas hak-hak minoritas keagamaan dalam menunaikan ibadah mereka dan penjagaan atas kehidupan mereka tanpa kezaliman dan penindasan.

Wahai kaum Muslim,

Wahai Orang-Orang Berakal.

Inilah racun-racun Obama.

Adapun kebohongan-kebohongan Obama telah jelas di dalam pidatonya itu. Ia mengatakan, “Amerika Serikat berjanji untuk bekerja demi kemajuan umat manusia.” Faktanya, semua orang, baik jauh maupun dekat, mengetahui apa yang dilakukan oleh Amerika adalah demi para pemilik modal, yaitu para kapitalis, bukan demi kepentingan umat manusia! AS menghancurkan kemanusiaan melalui pembunuhan dan perampokan kekayaan umat manusia. Tidak beda antara Obama dan presiden AS lainnya. Dia berjalan di atas sistem yang sama. Negara penjajah ini terus saja membunuhi kaum Muslim di Irak, Afganistan dan Pakistan. Amerika pun terus saja merampok kekayaan negeri-negeri dunia, termasuk Indonesia, dan membiarkan penduduknya berada dalam kubangan kemiskinan absolut maupun kemiskinan struktural. Inilah yang terjadi di Papua, Acheh, Riau, Cepu, Natuna dan lainnya.

Dalam pembicaraannya tentang hubungan Amerika dengan Islam, Obama mengatakan bahwa AS tidak memerangi Islam, melainkan memerangi al-Qaeda yang dia sebut sebagai teroris. Namun masalahnya, ini terkait dengan kepentingan Amerika. Siapa saja yang tidak menyenangkan Amerika, atau yang mengkritik berbagai kebijakan Amerika yang imperialistik, akan disebut al-Qaeda, atau memiliki hubungan dengan al-Qaeda. Berdasarkan sebutan itu, Amerika memiliki hak untuk membunuh mereka dengan alasan memerangi teroris! Hal itu tampak jelas di dalam pidato Obama dengan ucapannya, bahwa bangsa Amerika menghadapi bahaya terorisme.

Sebaliknya, pembunuhan dan penumpahan darah ratusan ribu kaum Muslim tak berdosa oleh militer Amerika tidak pernah disebut terorisme! Berbagai aksi kejahatan yang dilakukan oleh Yahudi yang menduduki Palestina juga tidak dia sebut sebagai terorisme! Dengan demikian, dalam pandangan Obama, darah bangsa Amerika terpelihara, sementara darah kaum Muslim boleh ditumpahkan dan mereka dianggap sebagai seburuk-buruk manusia!

Terkait Afganistan, Obama pun menyatakan berbagai ungkapan menyesatkan. Ia menyatakan, “Amerika dan negara-negara sekutu bekerja untuk “membangun pemerintahan Afganistan dan masa depannya”, dan “Amerika bekerja agar tidak ada tempat yang aman bagi ekstremis dan pelaku kekerasan”. Begitulah, Obama menggunakan kata-kata penuh penyesatan untuk memalingkan pikiran dari kebenaran! Masalahnya, benarkah Amerika dan negara-negara sekutu bekerja untuk membangun Afganistan dan masa depannya? Ataukah bahwa militer Amerika dan sekutu melancarkan perang brutal di Afganistan?! Faktanya, sejak memegang tampuk pemerintahan pada Januari 2009 lalu, Obama telah menambah jumlah pasukan Amerika di Afganistan menjadi 150 ribu personel saat ini!

Di dalam pidatonya Obama tidak menyebutkan kepentingan ekonomi Amerika di Afganistan. Afganistan adalah negeri Islam yang kaya dengan sumberdaya alam dan memiliki posisi strategis. Sebaliknya, pembicaraan Obama hanyalah tentang pembangunan Afganistan serta perang terhadap para ekstremis dan pelaku kekerasan! Pertanyaannya: jika kaum Mujahidin yang membela negeri mereka melawan negara-negara penjajah yang menduduki negeri mereka disebut “ekstremis dan pelaku kekerasan”, lalu apa sebutan bagi militer NATO yang menembakkan berton-ton artileri, rudal dan bahan-bahan kimia mematikan terhadap kaum Muslim di Afganistan?!

Terakhir, isi pidato Obama tidak lain hanyalah kebohongan-kebohongan yang jelas, kedustaan yang telanjang, dan kerancuan yang amat gamblang-dengan menyatakan bahwa Amerika tidak ingin memerangi kaum Muslim dan bahwa Obama akan menarik militer Amerika dari Irak (tahun 2011). Kerancuan tersebut terbukti dengan pengiriman 30 ribu tentara Amerika ke Afganistan.

Terkait dengan Irak, kebohongan Obama juga tampak nyata. Kementerian Luar Negeri AS mengumumkan pengiriman 7000 veteran ke Irak. Mereka adalah tentara bayaran di bawah kontraktor keamanan yang buruk untuk disebut: Blackwater. The Guardian (15/8/2010) menyiarkan bahwa penarikan militer pendudukan dari Irak hanyalah propaganda untuk memperbaiki potret Obama dari Bush Jr. pendahulunya. The Guardian menambahkan bahwa Amerika menginginkan dari Irak sebuah pangkalan militer tetap bagi AS sebagaimana yang ada di Korea Selatan. Tujuannya adalah untuk menempatkan ribuan tentara Amerika di pangkalan-pangkalan tetap di Irak. Kenneth M. Pollack, di dalam artikelnya di Washington Post (22/8/2010), juga menyatakan bahwa klaim Amerika akan menarik militernya dari Irak tidak lain hanyalah kebohongan semata. Ia menambahkan, bahwa di sana terdapat 50 ribu veteran Amerika di Irak, tetapi dengan nama lain!

Wahai Kaum Muslim,

Wahai Orang-Orang Berakal.

Telah tampak jelas bahwa Obama ingin memperbaiki potretnya dengan ucapan-ucapan yang menipu, seperti yang dia ulang-ulang tentang upayanya mewujudkan perdamaian di Palestina yang jauh lebih banyak dibanding pendahulunya. Di dalam pidatonya, ia menyebutkan dorongannya bagi aktivitas perdamaian di Palestina untuk mewujudkan rencana dua negara. Ia menyatakan hal itu sebagai wujud perhatiannya pada pembentukan negara bagi orang-orang Palestina dan sebuah negara bagi Yahudi (Israel). Ia menyebutkan pembentukan dua negara itu demi kemaslahatan orang-orang Palestina! Padahal semua itu adalah bagian dari penyesatan dan tipudaya.

Apa yang disodorkan Obama itu, yang pertama dan terakhir, adalah untuk kepentingan Yahudi. Dengan solusi dua negara itu, para penguasa di negeri-negeri kaum Muslim, baik Arab maupun non-Arab, mengakui pendudukan Yahudi atas sebagian besar Palestina dan menjadikan Israel sebagai negara yang paling kuat persenjataannya di kawasan itu. Mereka hanya memberikan kompensasi berupa negara semu yang kecil di sebagian tanah Palestina. Negara kecil untuk rakyat Palestina itu tak mengakar. Persenjataannya terlucuti. Negara kecil itu tidak memiliki kedaulatan penuh atas batas-batas wilayahnya, udaranya, transportasi dan komunikasinya, bahkan hingga atas keamanannya. Itulah yang selalu dinyatakan oleh entitas Yahudi baik pagi maupun sore!

Pernyataan Obama seputar dukungan kepada negara Yahudi sudah amat jelas. Obama menyatakan, “dukungan Amerika kepada negara Yahudi adalah doktrin tetap Amerika yang tidak berubah”. Amerika juga menjual 20 buah pesawat F-35 ke negara Yahudi itu. Dalam kampanye Pemilu Presiden sebelumnya, Obama pun telah mengumumkan bantuan keuangan untuk entitas Yahudi yang mencapai 30 miliar dolar Amerika untuk 10 tahun.

Begitulah, wahai kaum Muslim. Pidato Obama penuh racun dan kebohongan. Tepuk tangan dari antek-antek yang telah terjajah dan terpedaya tidak akan meminimalkan bahayanya. Orang-orang itu telah menjual agama mereka dengan sekerat dunia yang sedikit, bahkan hingga tanpa sekerat pun dari dunia.

Karena itu, wahai kaum Muslim, berhati-hatilah dan waspadalah dari racun-racun tersebut sebelum terlambat! []

Selamatkan Indonesia Dengan Syariah

Selamatkan Indonesia Dengan Syariah Menuju Indonesia Lebih Baik (Refleksi Akhir Tahun 2010 Hizbut Tahrir Indonesia)

[Al Islam 537] TAHUN 2010 segera berakhir. Fajar tahun baru 2011 segera hadir. Sepanjang tahun 2010 banyak peristiwa ekonomi, politik, sosial, budaya dan sebagainya yang telah terjadi. Terkait sejumlah peristiwa tersebut, Hizbut Tahrir Indonesia memberikan catatan sebagai berikut:

1. Demokrasi: Sistem Cacat, Menindas Rakyat.

Demokrasi di Indonesia-sekalipun mendapatkan pujian dalam Bali Democracy Forum (10/12/2010)-tidaklah memiliki wujud nyata di tengah masyarakat. Sepanjang tahun 2010, banyak tragedi yang menunjukkan dengan jelas kecacatan sistem ini. Yang paling menonjol, Indonesia dengan demokrasinya telah menempatkan diri sebagai subordinat kepentingan negara kapitalis Amerika Serikat dan sekutunya. Kunjungan Obama ke negeri ini menjadi simbol dari pola hubungan tersebut. Demikian juga perang melawan teror yang diadopsi Pemerintah Indonesia yang merupakan turunan dari GWOT (global war on terrorism)-nya AS.

Wajah buruk demokrasi terkuak. Hanya karena diberi label ‘Perang Melawan Terorisme’, sistem demokrasi kemudian membiarkan adanya penculikan, penahanan paksa dan rahasia serta penyiksaan. Korbannya semuanya Muslim. Semua itu legal hanya karena alasan demi kepentingan keamanan nasional. Sistem ini telah membuang hak asasi manusia dan prinsip-prinsip keadilan hukum. Sistem demokrasi telah menunjukkan jatidirinya yang asli: menindas rakyat.

Sistem ini pun meniscayakan perselibatan pihak penguasa dengan pengusaha. Pengusaha berkepentingan untuk mendapatkan dukungan kekuasaan demi usahanya. Sebaliknya, penguasa memerlukan dukungan (modal) pengusaha untuk meraih dan mempertahankan kekuasaannya. Walhasil, demokrasi hanyalah ‘kuda tunggangan’ bagi kedua kelompok ini, sementara rakyat hanya dijadikan obyek eksploitasi kepentingan mereka. Wajar jika banyak keputusan, kebijakan, UU atau peraturan yang dihasilkan melalui proses demokrasi nyata-nyata lebih berpihak kepada mereka ketimbang kepada rakyat. Inilah demokrasi-sebuah sistem yang cacat dan mengabaikan rakyat, yang tak layak diadopsi oleh umat Islam.

2. DPR: Fasilitas ‘Wah’, Kinerja Rendah.

Gaji setiap anggota DPR saat ini sangatlah besar. Belum lagi tunjangannya yang bermacam-macam dan rata-rata juga gede. Totalnya puluhan juta rupiah perbulan. Meski begitu, berbagai upaya tetap dilakukan untuk terus menumpuk kekayaan dan fasilitas mewah para anggota DPR. Selain usulan dana aspirasi, DPR juga berencana membangun gedung baru, yang akan menghabiskan biaya Rp 1,8 triliun. Gedung itu juga akan dilengkapi dengan pusat kebugaran dan spa.

Para anggota DPR pun getol jalan-jalan keluar negeri dengan judul ‘studi banding’. Biayanya sepanjang tahun 2010 dianggarkan Rp 162,9 miliar. Jika dibagi rata kepada 560 anggota DPR, setiap orang mendapat Rp 290,97 juta setahun atau Rp 24,25 juta setiap bulan. Anggaran sebesar ini hanya untuk kunjungan kerja ke luar negeri. Anggaran kunjungan di dalam negeri malah lebih besar lagi. Audit Badan Pemeriksa Keuangan Juni 2009 menyatakan disclaimer (tidak memberikan pendapat) terhadap pertanggungjawaban biaya perjalanan dinas pimpinan dan anggota DPR untuk tahun anggaran 2007 dan 2008 yang seluruhnya berjumlah Rp 341,34 miliar.

Dengan semua fasilitas yang serba ‘wah’ itu, bagaimana prestasinya? Ternyata, kinerja DPR dalam kurun terakhir ini sangat buruk. Mahkamah Konstitusi menilai, produk legislasi DPR selama ini banyak yang tak beres karena menyimpang dari arah dan strategi Program Legislasi Nasional. Dalam lima tahun terakhir, MK telah membatalkan 58 UU yang dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah dari 108 UU yang diujimaterikan. Bahkan ada UU yang diuji lebih dari sekali. Selesai pasal ini, ganti pasal lainnya yang diuji. Misalnya, UU Pemerintah Daerah diuji lebih dari 5 kali, Undang-Undang KPK diuji 9 kali, Undang-Undang Pemilu diuji 8 kali.

Banyak produk UU yang ujung-ujungnya juga hanya memenuhi kepentingan individu, kelompok tertentu yang ada dalam oligarki kekuasaan serta pihak asing. Untuk rakyat cukup janji-janji kosong tentang perubahan. Faktanya, meski banyak produk UU dihasilkan, rakyat tak pernah beranjak dari penderitaannya.

3. State Corruption.

Korupsi di negeri ini makin sistemik. Artinya, korupsi bukan lagi dilakukan oleh satu-dua orang, tetapi oleh banyak orang secara bersama-sama. Terungkapnya kasus Gayus menunjukkan hal itu. Yang jauh lebih berbahaya adalah saat negara justru menjadi pelaku korupsi melalui utak-atik kebijakan dan peraturan. Inilah yang disebut state corruption (korupsi negara). Skandal Bank Century dan IPO Krakatau Steel adalah contoh nyata. Kasus itu diduga telah merugikan negara triliunan rupiah. Segala usaha pemberantasan korupsi menjadi tak banyak artinya karena pelakunya adalah negara yang dilegalisasi oleh dirinya sendiri.

4. Kebijakan Ekonomi Liberal.

Saat ini makin banyak kebijakan ekonomi liberal yang dikeluarkan pemerintah. Di antaranya adalah kenaikan tarif listrik (TDL), privatisasi sejumlah BUMN dan rencana pembatasan subsidi BBM. Kenaikan TDL sebetulnya bisa dihindari andai PLN mendapat pasokan gas. Anehnya, produksi gas yang ada, seperti Gas Donggi Senoro, 70%-nya malah akan dijual ke luar negeri.

Demikian pula privatisasi sejumlah BUMN. Bila alasannya untuk menambah modal, mengapa tak diambil dari APBN atau dari penyisihan keuntungan? Bila untuk bank kecil seperti Bank Century yang milik swasta, Pemerintah dengan sigap menggelontorkan uang lebih dari Rp 6 triliun, mengapa untuk perusahaan milik negara langkah seperti itu tak dilakukan?

Adapun rencana pembatasan BBM tak lebih merupakan usaha Pemerintah untuk menuntaskan liberalisasi sektor Migas seperti yang digariskan IMF. Kebijakan itu tentu akan membuat perusahaan asing leluasa bermain di sektor hulu dan hilir (ritel/eceran). SPBU-SPBU asing akan mengeruk keuntungan besar dengan kebijakan ini. Ini tentu sebuah ironi besar. Bagaimana mungkin rakyat membeli barang milik mereka dari pihak asing dengan harga yang ditentukan oleh mereka, justru di dalam rumah mereka sendiri?

Kebijakan ekonomi yang makin liberal itu tentu makin memberatkan kehidupan ekonomi rakyat. Pengangguran pun makin meningkat. Akibatnya, sebagian dari mereka pun mencari kerja ke luar negeri. Namun, bukan uang yang didapat, tetapi penderitaan dan penyiksaan seperti yang menimpa Sumiati, bahkan pembunuhan seperti yang dialami Kikim Komalasari dan sejumlah TKW lain.

5. Intervensi Asing.

DPR yang diidealkan menjadi wakil rakyat, realitasnya justru menjadi alat pengesah campur tangan asing. UU SDA yang dihasilkan DPR, misalnya, tak lain merupakan pesanan dari Bank Dunia. UU lain seperti UU Migas, UU Penanaman Modal, UU Minerba, UU Kelistrikan dll juga diduga sarat kepentingan asing.

Di sisi lain, intervensi asing, khususnya Amerika Serikat, bakal kian kokoh setelah naskah Kemitraan Komprehensif ditandatangani Pemerintah. Kunjungan Obama bulan lalu makin memperkuat cengkeraman kuku negara imperialis itu di negeri ini. Terungkapnya sejumlah dokumen diplomatik penting terkait Indonesia melalui situs Wikileaks hanyalah menegaskan tentang adanya campur tangan AS terhadap negeri ini.

6. Isu Terorisme dan Kebrutalan Densus 88.

Isu terorisme di tahun 2010 tak juga kunjung padam. Sejumlah kasus yang diklaim sebagai tindak terorisme seperti perampokan Bank CIMB - Niaga di Medan terjadi. Namun, dari investigasi yang dilakukan, terkuak sejumlah kejanggalan sekaligus kezaliman yang dilakukan Densus 88. Hal ini dipertegas oleh kesimpulan yang dilakukan Komnas HAM. Namun, Densus 88 tetap bergeming. Operasi jalan terus, nyaris tanpa kendali dan kontrol. Korban mungkin masih akan kembali berjatuhan di tahun-tahun mendatang, yang semuanya adalah Muslim.

7. Konflik Umat dan Aliran Sesat.

Sejumlah konflik umat terjadi di tahun 2010. Sesungguhnya konflik itu timbul bukan dipicu oleh umat Islam seperti yang banyak dituduhkan. Konflik umat dengan kelompok Ahmadiyah, misalnya, terjadi karena kelompok ini memang keras kepala. Mereka tak menaati SKB Tiga Menteri. Demikian juga konflik umat Islam dengan kelompok Kristen, terjadi karena mereka tak menaati ketentuan menyangkut pendirian tempat ibadah. Persoalan makin rumit saat mereka-dengan dukungan media massa dan jaringan LSM internasional-memaksakan kehendak. Terjadilah apa yang disebut ‘tirani minoritas’ yang merugikan kaum Muslim, penduduk mayoritas negeri ini.

8. Musibah dan Bencana.

Sepanjang tahun 2010 negeri ini diwarnai oleh banyak bencana: tsunami di Mentawai, longsor di Wasior Papua dan letusan Gunung Merapi di Jawa Tengah/DIY. Bencana tersebut menyisakan sebuah ironi. Bila diyakini bahwa segala bencana itu adalah karena qudrah (kekuatan) dan iradah (kehendak) Allah SWT, lalu mengapa pada saat yang sama kita tetap tak mau tunduk dan taat kepada Allah SWT dalam kehidupan kita? Mengapa bangsa ini tak segera menerapkan syariah-Nya secara total dalam seluruh aspek kehidupan sebagai bukti ketaatannya kepada Allah SWT? Haruskah bangsa ini menunggu teguran lain berupa bencana yang lebih besar lagi?

Sikap Hizbut Tahrir Indonesia

Berkenaan dengan kenyataan di atas, Hizbut Tahrir Indonesia menyatakan:

1. Ada dua faktor utama di balik berbagai persoalan yang timbul, khususnya di sepanjang tahun 2010 ini: sistem yang bobrok (yakni sistem Kapitalisme-sekular, termasuk demokrasi di dalamnya) dan pemimpin (penguasa/wakil rakyat) yang tak amanah. Karena itu, bila kita ingin sungguh-sungguh lepas dari berbagai persoalan di atas, kita harus memilih sistem yang baik dan pemimpin yang amanah. Sistem yang baik hanya datang dari Zat Yang Mahabaik, Allah SWT. Itulah syariah Islam yang diterapkan dalam sistem Khilafah. Adapun pemimpin yang amanah adalah yang mau sungguh-sungguh menjalankan sistem yang baik itu itu.

2. Di sinilah sesungguhnya pentingnya seruan ”Selamatkan Indonesia dengan Syariah-Menuju Indonesia Lebih Baik”. Sebab, hanya dengan sistem yang berdasarkan syariah dalam institusi Khilafah dan dipimpin oleh pemimpin yang amanah (khalifah) Indonesia benar-benar bisa menjadi lebih baik. Dengan itu kerahmatan Islam bagi seluruh alam bisa diwujudkan secara nyata.

3. Karena itu, hendaknya seluruh umat Islam, khususnya mereka yang memiliki kekuatan dan pengaruh, berusaha dengan sungguh-sungguh memperjuangkan penerapan syariah dan Khilafah di negeri ini. Hanya dengan syariah dan Khilafah saja kita bisa menyongsong tahun mendatang dengan lebih baik.

Sebagai catatan akhir, marilah kita merenungkan ayat ini:

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ ۚ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّـهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُوقِنُونَ

Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki. Siapakah yang lebih baik hukumnya daripada Allah bagi orang-orang yang yakin? (QS al-Maidah [5]: 50).

Kenaikan Harga BBM Lewat Pembatasan Subsidi

Kado Penguasa untuk Rakyat di Tahun Baru 2011: Kenaikan Harga BBM Lewat Pembatasan Subsidi
[Al Islam 538] Rencananya, mulai Maret 2011 Pemerintah akan mengurangi subsidi BBM dengan melarang mobil pribadi berplat hitam menggunakan BBM bersubsidi. Pembatasan tersebut akan dilakukan secara bertahap, mulai di Jabodetabek hingga mencakup seluruh Indonesia pada 2013.

Belum tampak penolakan masyarakat, padahal kebijakan pembatasan subsidi BBM juga berdampak sama dengan kenaikan harga BBM. Setidaknya, ada enam alasan untuk menolak kebijakan itu.

Pertama: Indonesia memiliki cadangan migas yang sangat besar. Tapi, sebagian besar justru dikuasai pihak asing. Data KemESDM 2009, dari total produksi minyak dan kondensat di Indonesia, Pertamina hanya memproduksi 13,8%. Sisanya dikuasai oleh swasta asing seperti Chevron (41%), Total E&P Indonesie (10%), Chonoco Philips (3,6%) dan CNOOC (4,6%). Ketika kontrak habis, pemerintah melalui BP Migas malah memperpanjang kontrak itu ketimbang menyerahkannnya kepada Pertamina. Di sisi lain, dalam UU Migas 22/2001, Pertamina diperlakukan sama dengan perusahaan swasta sehingga harus bersaing untuk mendapatkan konsesi pengelolaan ladang migas. Kebijakan ini berkebalikan dengan negara lain seperti Malaysia yang memberikan wewenang sangat besar kepada Petronas sehingga mampu menggeser dominasi swasta. Di Cina dan sejumlah negara Amerika Latin sektor energi sepenuhnya dikuasai oleh negara. Sehingga produksi dan harga di pasar domestik bisa dikendalikan.

Kedua: Bahwa subsidi BBM yang selama ini dianggap membebani APBN dan sering salah sasaran merupakan pernyataan ‘menyesatkan’. Menurut Pemerintah, subsidi BBM adalah selisih harga patokan dikurangi harga eceran yang dijual Pertamina. Pada Perpres 71/2005 disebutkan bahwa Harga Patokan adalah harga yang dihitung setiap bulan berdasarkan MOPS rata-rata pada periode satu bulan sebelumnya ditambah biaya distribusi dan margin. MOPS atau Mid Oil Platt’s Singapore adalah harga transaksi jual-beli pada bursa minyak di Singapura.

Subsidi tersebut dibayarkan Pemerintah kepada Pertamina yang telah menjual BBM dengan harga eceran yang telah ditetapkan Pemerintah yang lebih rendah dari harga patokan (internasional). Pertanyaannya: apakah Pertamina betul-betul rugi karena menjual BBM di bawah harga patokan? Jika biaya produksi dan distribusi lebih rendah dari harga patokan maka Pertamina tentu rugi. Namun, jika lebih tinggi maka Pertamina tetap untung.

Lalu berapa biaya produksi BBM Pertamina untuk Premium dan Pertamax? Karena tidak tersedia data dari Pertamina maka untuk menghitungnya bisa digunakan data persentase komponen harga rata-rata bensin (gasoline RON 95) di USA yang sebanding dengan kualitas Pertamax. Harga Bensin = Minyak Mentah (51%) + biaya pengilangan & keuntungan (15%) + biaya distribusi & pemasaran (12%) + pajak (22%) (http://tonto.eia.doe.gov). Harga minyak mentah Pertamina diperoleh dari biaya produksi, cost recovery (US$ 940,7 juta) dibagi total lifting minyak mentah 2007 sebesar 38,9 juta barel (BPK, Perhitungan Kewajiban Kontraktor Kontrak Kerja Sama (Kkks)). Hasilnya: US$ 24,2/barel atau US$ 0,15/liter atau Rp 1.368 jika dirupiahkan dengan kurs Rp 9.000. Harga ini sebenarnya cukup mahal karena cost recovery Pertamina jauh lebih tinggi daripada rata-rata cost recovery perusahaan minyak Indonesia yang berkisar US$ 13,82/barel pada 2007 (http://www.scribd.com/doc/38206301/Crude-Oil-Cost-Production).

Dengan rumus di atas, harga Pertamax semestinya hanya Rp 2.683/liter. Premium dengan oktan yang lebih rendah tentu lebih murah. Lalu mengapa harga jual Premium dan Pertamax lebih mahal? Ini karena harga minyak mentah diperhitungkan menggunakan harga minyak di pasar internasional meski sebagian besar diproduksi oleh Pertamina sendiri. Dengan demikian, apa yang dianggap kerugian Pertamina yang kemudian diganti oleh Pemerintah bukanlah merupakan kerugian nyata, namun hanya potential loss (hilangnya potensi laba) karena dijual tidak dengan harga internasional. Jika demikian maka dana subsidi Pemerintah sesungguhnya hanya keluar dari kantong kanan dan masuk lagi ke kantong kiri melalui laba yang diperoleh Pertamina.

Ketiga: Pembatasan BBM bersubsidi dalam jangka panjang akan menguntungkan SPBU Perusahaan Minyak Asing, seperti Total, Shell, dan Petronas. Selama ini SPBU-SPBU tersebut mengalami kerugian karena konsumen lebih memilih Premium yang lebih murah, yang dijual oleh SPBU Pertamina. Dengan adanya pembatasan subsidi BBM, maka seluruh pengguna mobil pribadi dipaksa menggunakan bahan bakar yang kadar oktannya lebih tinggi seperti Pertamax atau yang diproduksi oleh SPBU asing. Dengan harga yang lebih murah karena biaya produksi yang lebih efisien dan kualitas yang mungkin lebih baik sangat mungkin konsumen akan memilih produk SPBU asing ketimbang Pertamina. Jika tidak ada inovasi maka kegiatan Pertamina di sektor hilir dipastikan akan makin menurun. Hal ini tentu akan merugikan Pertamina. Sudahlah di sektor hulu tergerus, di sektor hilir pun tersingkir.

Keempat: Kegiatan usaha Pertamina belum berjalan secara efisien khususnya dalam produksi dan pengadaan minyak mentah. Menurut temuan BPK tahun 2008 (BPK, Pengadaan Minyak Mentah dan Produk Kilang Tahun 2007 dan 2008 (Semester I) pada Pertamina), disebutkan sumber ketidakefisienan Pertamina antara lain: (a) Dalam pengadaan minyak mentah dan BBM, Pertamina cenderung mengimpornya melalui jasa rekanan yang sarat dengan manipulasi sehingga menjadi mahal. (b) Pertamina lebih banyak menggunakan kapal sewa daripada kapal milik sendiri sehingga biaya angkut lebih mahal. (Pertamina, Annual Report 2007). (c) Dalam jumlah tertentu, Pertamina lebih memilih untuk mengimpor daripada menggunakan produksi dalam negeri yang tidak membutuhkan biaya pengapalan. (d) Pertamina mengimpor BBM karena keterbatasan kapasitas kilang yang hanya sebesar 1 juta barel perhari, hanya memenuhi 63% kebutuhan dalam negeri. Padahal dengan memproduksi sendiri biayanya akan lebih murah sehingga harga minyak yang dijual akan lebih rendah.

Kelima: Pembatasan subsidi BBM merupakan langkah bertahap Pemerintah untuk menghapus subsidi BBM. Dan ini akan menekan daya beli masyarakat khususnya masyarakat miskin. Pembatasan subsidi BBM yang diikuti dengan pemaksaan mobil plat hitam untuk mengkonsumsi Pertamax dipastikan akan makin membebani rakyat. Harga Pertamax mengikuti harga pasar internasional (seperti sekarang dengan harga minyak internasional di atas 90 USD/barel, harga Pertamax di atas Rp 7000). Padahal harga tersebut banyak dipengaruhi oleh kegiatan spekulasi. Membiarkan harga tidak terkendali akan membuat pengeluaran rakyat untuk BBM membengkak. Padahal tidak semua mobil plat hitam digunakan untuk transportasi pribadi. Sebagian besar angkutan barang termasuk bahan makanan saat ini masih menggunakan plat hitam. Maka, penggunaan BBM non subsidi secara pasti membuat harga barang ikut naik. Jika hal itu terjadi maka kehidupan masyarakat akan semakin sengsara akibat makin mahalnya biaya hidup.

Keenam: Pembatasan BBM dan kebijakan memberikan peran lebih besar kepada pihak asing dalam pengelolaan migas merugikan rakyat, dan ini bertentangan syariah Islam. Migas dan sumber daya alam lain yang melimpah dalam pandangan Islam merupakan milik rakyat yang harus dikelola oleh negara untuk kesejahteraan rakyat. Pengelolaan SDA dengan lebih banyak menyerahkan kepada pihak swasta adalah kebijakan yang sangat kapitalistik. Kapitalisme adalah sistem batil, dan karenanya harus diganti dengan sistem Islam dalam Khilafah. Khilafah akan menerapkan seluruh syariah Islam dalam kehidupan bernegara, termasuk dalam pengelolaan migas. Dalam Khilafah, kepala negara (Khalifah) bertanggung jawab mengurus segala urusan rakyatnya. Pihak swasta boleh berperan, tapi dalam sektor yang tidak menyangkut hajat hidup rakyat banyak. Maka, kerahmatan akan dirasakan seluruh rakyat.

الإِمَامُ الَّذِيْ عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَ هُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

Imam (Khalifah) yang memimpin manusia adalah pengurus rakyat. Dia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya (HR al-Bukhari dan Muslim).

Wallahu a’lam bi ash-shawab. []

Sabtu, 08 Januari 2011

Hadits pilihan

Meninggalkan Perkara Tak Berguna

مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ

Sebagian dari kebaikan keislaman seseorang adalah ia meninggalkan apa saja yang tak berguna baginya (HR at-Tirmidzi, Ibn Majah, Ahmad, Ibn Hibban, al-Baihaqi dan Malik).

Hadis ini dikeluarkan oleh at-Tirmidzi, Ibn Majah, Ibn Hibban dalam Shahîh Ibn Hibban; al-Baihaqi dalam Syu’ab al-îmân; dan al-Qadha’i dalam Musnad Syihâb. Hadis ini riwayat az-Zuhri dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah ra. At-Tirmidzi berkomentar, “Ini merupakan hadis gharib. Kami tidak mengetahuinya dari hadis Abu Salamah, dari Abu Hurairah, dari Nabi saw. kecuali dari jalur ini”.

Hadis ini juga dikeluarkan oleh at-Tirmidzi; Malik dalam Al-Muwatha’; Abdurrazaq dalam Mushannaf; al-Baihaqi dalam Syu’ab al-îmân. Hadis ini riwayat Ibn Syihab az-Zuhri dari Ali bin al-Husain bin Ali bin Abi Thalib. Riwayat dari Ali bin al-Husain ini statusnya mursal sebab ia adalah tabi’un dan tidak disebutkan perawi Sahabatnya. Menurut at-Tirmidzi riwayat ini lebih sahih daripada riwayat yang pertama.

Hadis ini pun dikeluarkan oleh Ahmad dalam Al-Musnad, al-‘Askari dalam Al-Amtsâl, ath-Thabrani, Abu Nu’aim, Ibn Abdil Bar dalam At-Tamhîd dan al-Qadha’i dalam Musnad Syihâb. Hadis ini riwayat Ali bin al-Husain dari bapaknya (Husain bin Ali bin Abi Thalib).

Hadis ini juga dikeluarkan oleh al-Hakim dalam Al-Kunya, Abu Nu’aim al-Ashbahani dalam Ma’rifah ash-Shahabah dari Abu Bakar ash-Shiddiq, dan asy-Syairazi dalam Al-Alqâb dari Abu Dzar.

Imam an-Nawawi menilai hadis ini hasan. Al-Haitsami dalam Majma’ az-Zawâ’id menilai riwayat Ahmad dan ath-Thabrani dalam Mu’jam al-Kabîr dari Ali bin al-Husain bahwa para perawinya tsiqah. Imam Ibn Taimiyah dalam Al-Imân li Ibn Taymiyah, al-Albani dalam Shahîh al-Jâmi’ dan az-Zarqani dalam Syarh az-Zarqâni menilainya sahih.

Makna Hadis

Kata ya’nî—mashdar-nya inâyah—artinya adalah sangat memperhatikan sesuatu. Dikatakan ‘anâhu ya’nîhi jika dia memperhatikannya dan mencarinya. Karena itu, makna mâ lâ ya’nîhi adalah sesuatu yang perhatian besarnya tidak terpaut dengannya sehingga sesuatu itu bukan yang dia maksud dan dia cari. Jadi, sesuatu itu tidak penting atau tidak berguna untuknya.

Ibn Rajab menjelaskan hadis ini, bahwa di antara kebaikan keislaman seseorang adalah ia meninggalkan apa yang tidak penting baginya, baik ucapan atau perbuatan. Sebaliknya, ia membatasi pada perkataan dan perbuatan yang penting atau (lebih) berguna.

Al-Qari menjelaskan maksud “tarkuhu mâ lâ ya’nîhi “: yaitu apa yang tak penting dan tak pantas/tak layak untuknya baik berupa ucapan, perbuatan, pandangan atau pikiran. Hakikat sesuatu yang tidak berguna baginya adalah apa yang tidak diperlukan dalam kepentingan agama dan dunianya dan tidak memberi manfaat kepadanya dalam meraih keridhaan Allah. Hidupnya tanpa sesuatu itu tetap mungkin. Dengan selainnya keadaan hidupnya masih bisa baik-baik saja. Hal itu juga mencakup perbuatan-perbuatan tambahan dan ucapan berlebih.

Imam al-Ghazali menjelaskan, batasan apa yang tidak berguna bagimu adalah engkau berbicara sesuatu yang andai engkau tidak mengatakannya maka engkau tak berdosa dan tidak rugi baik kondisi atau harta. Malah menurut al-Ghazali, dengan mengambil/melakukan apa yang tak berguna, orang itu rugi sebab waktu dan kesempatan yang tidak bisa diulang itu berlalu dan sumberdayanya yang tidak bisa diambil lagi itu terbuang untuk sesuatu yang tak berguna, padahal bisa dia gunakan untuk sesuatu yang lebih penting dan lebih berguna.

Namun, Ibn Rajab mengingatkan bahwa yang dimaksud bukanlah meninggalkan sesuatu yang tak penting, tak berguna atau tak diinginkan menurut putusan dan tuntutan hawa nafsu. Namun, yang dimaksud adalah menurut putusan dan tuntutan syariah dan islam. Karena itu, Rasul saw. menjadikannya sebagai bagian dari kebaikan keislaman seseorang. Jika keislaman seseorang itu baik, di antara tandanya adalah ia meninggalkan apa yang tidak berguna baginya di dalam Islam baik ucapan, perbuatan atau lainnya. Jadi, kebaikan keislaman itu mengharuskan untuk meninggalkan keharaman, kemakruhan, berbagai hal yang syubhat dan kemubahan lebih yang tidak diperlukan. Semua itu tidak berguna bagi seorang Muslim jika keislamannya sempurna dan mencapai tingkatan ihsan, yakni ia terus-menerus menyadari dan merasakan kehadiran dan pengawasan Allah atas dirinya dalam segala keadaan.

Dari penjelasan para ulama tersebut, apa yang menurut Iislam termasuk mâ lâ a’nî: Pertama, semua keharaman. Kedua, kemakruhan. Dalam hal ini, meski jika melakukan kemakruhan tidak berdosa, tetapi meninggalkannya akan mendatangkan ganjaran. Ketiga, syubhat, yaitu apa saja—benda, ucapan atau perbuatan termasuk muamalah—yang bagi seseorang masih samar status halal-haramnya. Syubhat hendaknya ditinggalkan. Meninggalkan syubhat ini akan bisa melatih dan membangun sikap kehati-hatian, seksama, ketelitian dan tidak menganggap remeh satu perkara; sekaligus bisa meminimalkan peluang tergelincir pada kekeliruan, kesalahan atau lebih buruk lagi keharaman. Keempat, kemubahan berlebih. Ini meliputi ucapan atau perbuatan mubah yang jika ditinggalkan tidak masalah, tidak berdosa dan tidak rugi. Ini juga mencakup benda atau sesuatu termasuk harta lebih dari yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan. Artinya, tanpa benda, sesuatu atau harta itu, hidup akan tetap bisa berjalan baik. Contohnya adalah sesuatu untuk sekadar tren atau gaya hidup. Mengambil kemubahan-kemubahan berlebih ini pada galibnya karena dorongan untuk merasakan kenikmatan, kelezatan atau kepuasan lebih atas dorongan yang muncul semata dari insting atau gharizah.

Jadi, pada dasarnya, yang termasuk mâ lâ ya’nî itu adalah apa saja—ucapan, perbuatan dan sesuatu atau benda—yang tidak mempertebal keimanan, tidak menambah kedekatan kepada Allah, tidak memperbesar capaian atas ridha Allah dan tidak membuat warna ketaatan makin kental. Secara duniawi semua itu juga tidak membuat seseorang makin memberi manfaat kepada sesama. Maka dari itu, meninggalkan semua itu sungguh merupakan tanda baiknya keislaman seseorang. Allâhummarzuqnâ tawfîqa. [Yahya Abdurrahman]

1000 ulama serukan khiiafah

Tidak seperti biasanya, di tiang bendera Gedung Balai Pustaka, Jalan Gunung Sahari, Jakarta Pusat, pada Ahad (17/10/2010) terkait bendera yang sangat besar, Bendera Al-Liwa (bendera putih bertuliskan dua kalimat syahadat), bendera yang diwariskan Rasulullah saw. kepada kaum Muslim. Pengibaran bendera tersebut pun merupakan simbol bahwa di dalam gedung tersebut sedang berlangsung acara istimewa, yakni silaturahmi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dengan para ulama pewaris para nabi.

Di ruang utama gedung tersebut sekitar 1100 kiai, ustadz, santri, aktivis Islam dan tokoh masyarakat tampak antusias mengikuti acara Silaturahmi HTI bersama Ulama dan Tokoh Masyarakat, dengan tema, “Menjadi Khairu Ummah dengan Menegakkan Syariah dan Khilafah”.

Dua buah layar lebar multimedia terpampang di kanan dan kiri panggung serta efek suara yang disiapkan Tim Infokom HTI semakin menambah dramatisnya acara. Acara ini pun disiarkan secara langsung melalui radio steaming HTI Channel, www.hizbut-tahrir.or.id.

Pimpinan DPP HTI Ust. Rokhmat S Labib hadir memberikan sambutannya. Pidato politik disampaikan oleh Jurubicara HTI Ust. Ismail Yusanto. Adapun KH Ihsan Abdul Jalil, Alumni Ponpes Bahrul Ulum Tambak Beras Jombang Jawa Timur menyampaikan kalimat hikmah.

Di sela-sela itu, diputarlah film dokumentasi “Mengenal HTI” dan audio-video pidato Imam Besar Masjidil Aqsa Syaikh Isham Ameera yang menyerukan kaum Muslim sedunia bersatu dalam naungan Khilafah, mengerahkan pasukannya untuk melawan kebiadaban Israel.

Ust. Rokhmat S Labib menyatakan menegakkan syariah dan Khilafah memang tidak mudah. Kaum kafir penjajah seperti Amerika dan sekutunya selalu saja menghalang-halangi tegaknya syariah dan Khilafah dengan berbagai isu pencitraburukan Islam. Padahal kaum Muslim terutama para ulamanya harus memiliki agenda yang jelas. “Agenda tersebut adalah menegakkan syariah Islam dalam naungan Khilafah!” Demikian ujarnya yang disambut takbir hadirin. Jangan sampai agenda tersebut terbelokkan oleh berbagai isu yang dibuat oleh penjajah.

Ust. Ismail Yusanto menyatakan bahwa Hizbut Tahrir berada di Indonesia sejak 25 tahun lalu dan berkembang hampir di seluruh Indonesia. Ada yang menanyakan, bagaimana Anda berjuang untuk penegakan syariah dan Khilafah, sementara masyarakat belum paham? “Justru karena masyarakat belum paham, tugas kita itulah memahamkan!” ujarnya.

Karena kepentingan untuk memahamkan itulah maka Hizbut Tahrir berjuang secara terang-terangan, menyampaikan visi dan misinya secara tegas dan lugas. “Mungkinkah para kiai dan ustadz bisa ikut berjuang kalau sedari awal Hizbut Tahrir diam?” ujarnya.

“Tidak…!” serentak hadirin. Karena itu, pilihan pengemban dakwah cuma dua: diam atau bicara. Bicara itulah alat perubahan. Dengan bicara itu pulalah, berdasarkan survey SEM Institut pada Maret-April 2010, disebutkan sebanyak 65 persen dari 1200 responden dari berbagai kalangan di 13 kota besar di Indonesia menyatakan mendukung perjuangan HTI dan 12 persen di antaranya bahkan ingin menjadi anggota HTI.

Selanjutnya, KH Ihsan Abdul Jalil mengingatkan hadirin bahwa ciri-ciri ulama ada dua: memiliki ilmu yang tinggi dan takut kepada Allah SWT. Bila hanya ilmunya yang tinggi, tanpa ketakwaan, itu namanya hanya ilmuwan bukan ulama. Karena keulamaannya, tentu saja dakwahnya penuh dengan risiko. “Kalau sekedar mengajar tatacara shalat tentu saja tidak berisiko!” paparnya. Risiko itu muncul ketika mengingatkan umat dan penguasa untuk kembali terikat dengan syariah Islam secara kaffah.

Namun, ada atau tidak risiko itu, ulama harus tetap di garis depan, tegas menyeru kepada penguasa dan umat untuk mengganti sistem kufur demokrasi ini dengan syariah dan Khilafah Islam sebagai bukti memang ulama tersebut takutnya hanya kepada Allah SWT saja, bukan takut ditinggalkan umat atau siksaan penguasa lalim.

Peserta pun berkali-kali mereka memekikkan takbir setiap pembicara menggugah semangat perjuangan hadirin.

Salah seorang ulama yang hadir, Habib Khalilullah bin Abu Bakar al-Habsyi al-Hassani merasa gembira dapat mengikuti acara ini. “Alhamdulillah, al-faqir (saya, red.) merasa gembira karena masih ada kelompok umat manusia yang terkumpul di dalam niat untuk menegakkan Khilafah Islamiyah, menegakkan syariah islamiyah, yang saat ini berkumpul di gedung ini” ujar Pimpinan Majlis Dzikir Imdadul Hadadiy, Jakarta Timur tersebut.

Ulama lainnya, dari Cikampek, KH Ahmad Zainuddin, menyatakan benar-benar bersyukur bisa dipertemukan dengan aktivis HTI di Cikampek sehingga membuat dirinya lebih tertantang untuk menelaah kembali kitab-kitab kuningnya. Ternyata yang diperjuangkan Hizbut Tahrir di dunia, Jakarta maupun daerah tercantum pula dalam kitab-kitab tersebut.

Agenda menegakkan syariah dan Khilafah sesungguhnya adalah harga mati; tak bisa diubah dan ditukar. “Saya katakan harga mati karena penegakkan syariah itu terkait erat dengan iman atau kafir,” ujar Pimpinan Ponpes Al Husna Cikampek itu. Iman kepada Allah dan kafir terhadap thaghut. Konsekuensinya, menerapkan syariah Allah SWT dalam naungan Khilafah dan kafir terhadap aturan thaghut dalam sistem yang berlaku saat ini.

Ulama dari Bogor, KH Yahya Suja’i, menyatakan setelah bergaul dengan aktivis HTI di Bogor malah semakin mantap berdakwah menjelaskan kepada umat bahwa sistem yang berlakuk saat ini adalah sistem yang tidak diridhai Allah SWT. “Setelah selama satu setengah tahun terakhir ini semakin banyak silaturahmi dengan aktivis HTI saya semakin berani berdakwah untuk tegaknya syariah dan khilafah Islamiyah!” tegas Pimpinan Ponpes Ibnu Suja’i, Citeureup, Bogor, Jawa Barat itu.

Sebelumnya, kegiatan serupa di atas juga diadakan di kota-kota besar seperti Medan, Padang, Lampung, Banten Barat, Banten Timur, Sukabumi, Cianjur, Bandung, Banjar, Banyumas, Cilacap, DIY Jogyakarta, Surakarta, Semarang, Jombang, Kediri, Jember, Balikpapan, Makassar, Kendari, Bau-bau dan lain-lain. Besarnya dukungan ulama pada acara ini semakin memperbesar keyakinan tentang harapan tegaknya Khilafah dalam waktu dekat. Tsumma takunu Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah [Joko Prasetyo/Gus Juned]